Ketika bencana terjadi di tingkat lokal, pemerintah daerah harus mengambil peran sentral dalam hal ini. Program sosialisasi yang ada tidak berfungsi dan bahkan jika semua orang di pantai di Kota Palu memiliki aplikasi BMKG di ponsel mereka, apakah mereka akan tahu persis apa yang harus dilakukan untuk menyelematkan diri dan orang lain?
Mengerti isi pesan
Pemantauan bencana dan sistem peringatan tidak akan berguna jika orang tidak memahami pesan, tidak mempercayai pembawa pesan, dan tidak memiliki tempat yang aman untuk dituju.
Indonesia dapat menjadi pemimpin dunia dalam kesiapsiagaan bencana, tidak harus dengan meniru negara-negara rentan bencana seperti Jepang, tapi dengan memanfaatkan energi kreatif dan kesediaan orang muda khususnya untuk menantang cara-cara lama.
Baca juga: Mengapa Tsunami Palu Bisa Begitu Dahsyat dan Mematikan?
Kuncinya adalah menemukan solusi yang paling bermanfaat dan paling masuk akal bagi komunitas yang harus dilindungi.
Kemarahan dan aksi kolektif di antara orang-orang muda–dan penggunaan media sosial–bisa menjadi langkah pertama untuk mengubah budaya nasional di mana bencana seperti ini tidak hanya dilihat sebagai satu lagi fakta kehidupan yang tak terelakkan, tapi dibicarakan dan direncanakan dengan cara yang benar-benar akan menyelamatkan kehidupan.
*Pengamat Psikologi Sosial dan Politik, Coventry University
**Asisten Profesor di Sekoilah Arsitektur, Perencanaan, dan Kebijakan Pembangunan Institut Teknologi Bandung
Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation