Pasalnya, semua gen dalam tubuh kita terdiri dari dua salinan dan dikemas oleh 46 kromosom. Sementara itu, ovum dan sperma hanya memiliki satu sperma dengan jumlah kromosom setengahnya, 23. Karena perbedaan ini, sel-sel harus menjalani proses pembelahan yang disebut meiosis.
Untuk merekapitulasi proses tersebut dalam cawan petri bukanlah hal mudah. Sampai saat ini para ahli baru bisa mengubah iPSC menjadi prekursor (bahan pembentuk senyawa) gamet, yang disebut Primordial Germ Cells (PGC) dan belum melakukan meiosis sehingga tidak bisa dibuahi.
Kabar baiknya, bulan lalu tim ahli dari Universitas Kyoto, Jepang yang dipimpin Mitinori Saitou melaporkan terobosan baru untuk menangani masalah ini.
Mereka melaporkan berhasil membuat PGC ke tahap perkembangan selanjutnya yang disebut sel oogonia. Kini mereka sedang berusaha mengubah sel itu menjadi bentuk lain yang disebut oocytes sehingga meiosis dapat berlangsung dan tercipta sel telur.
Yang dilakukan Saitou dan timnya adalah memberikan senyawa kimia dari jaringan indung telur ke PGC agar dapat berkembang menjadi oogonia. Mereka memasok senyawa tersebut dengan membiakkan iPSC bersama sel yang diambil dari indung telur tikus.
Meski berasal dari spesies berbeda, sel-sel ovarium diklaim mampu berkembang dengan cepat dan tepat.
"Kami tidak mengharapkan ini, tapi saat mencobanya kami terkejut dengan hasilnya," ujar Saitou.
Apakah hal tersebut bisa diterapkan pada sel manusia, ahli biologi sel induk Werner Neuhausser dari Universitas Harvard di Cambridge, Massachusetts, meragukan apakah sel-sel ovarium tikus mampu membimbing sel-sel oogonia menjadi sel telur tulen, meski ia mengakui bahwa tidak ada yang benar-benar tahu.
"Kami berpikir memang perlu menggunakan sel ovarium manusia untuk menumbuhkan oogonia ke dalam oosit dan kemudian ke ovum. Kami sedang mengerjakannya," kata Saitou setuju.
Baca juga: Punya Spiral di Ujung Cambuknya, Cara Sperma Fokus ke Sel Telur
Neuhausser berpikir bahwa pendekatan Saitou mungkin juga akan memajukan PGC manusia menuju sperma in vitro, dengan membudidayakannya di antara sel-sel testis tikus. Tetapi sekali lagi belum jelas apakah cara ini bisa dilakukan untuk membuat ovum dan sperma.
"Dalam pandangan saya, regenerasi gamet manusia dari sel somatik di laboratorium mungkin hanya masalah waktu dan usaha," kata Neuhausser.
"Kebutuhan klinis untuk teknologi semacam itu tentu saja luar biasa, karena akan menggantikan perawatan telur donor," tutupnya.
Mungkin, teknologi mengubah sel kulit menjadi embrio dapat terwujud pada 2040. Di mana semua orang dapat melakukannya, tak pedui berapa pun usianya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.