JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah laporan hasil investigasi pencemaran limbah timbel di area Bogor dan Tangerang baru saja dirilis oleh Harian Kompas.
Menurut laporan investigasi itu, pemcemaran debu timbel telah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Di Bogor, misalnya, diperkirakan telah terjadi sejak 1978.
Kini, hasil uji laboratorium terbaru mengungkapkan kadar timbel dalam tanah dan darah warga di wilayah tersebut sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
Selain hal tersebut, berikut beberapa fakta ilmiah terkait pencemaran timbal di Bogor dan Tangerang.
Tak hanya di kawasan Bogor, debu timbel ini sudah mencemari hingga wilayah Serpong, Tangerang Selatan.
Menurut catatan Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, pencemaran debu timbel ambien Serpong di udara sudah terdeteksi pada 1996-1997.
Pada saat itu, pencemaran ini terungkap dari hasil riset yang didanai Japan International Cooperation Agency (JICA) serta tim riset dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dan Australia Aid.
Berdasarkan hasil riset yang sama, konsentrasi timbel di Serpong bukan berasal dari bahan bakar.
Sebagai informasi, timbel adalah salah satu unsur logam yang biasanya ditemui di bahan bakar motor. Unsur ini dimanfaatkan untuk menurunkan nilai oktan atau membuat bahan bakar berkualitas rendah.
Saat dilakukan perbandingan dengan Jakarta dan Bandung, para peneliti kebingungan karena kadar timbel di Serpong tetap tinggi meski penggunaan bahan bakar dengan timbel sudah dihentikan.
Hal ini membuat para peneliti menyimpulkan bahwa konsentrasi timbel di wilayah itu bukan akibat pembakaran bahan bakar bertimbel.
Baca juga: Gadis 11 Tahun Temukan Cara Deteksi Timbal Berbahaya dalam Air
Meski telah diketahui bukan berasal dari bahan bakar motor, para peneliti tak lantas tahu penyebab pencemaran ini.
Bahkan, pada medio 2000-an, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) sempat menuduh pencemaran ini berasal dari kebocoran reaktor nuklir Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) berkapasitas 30 megawatt yang berada di kompleks Puspiptek Serpong.
Dugaan tersebut kemudian tak terbukti karena hanya konsentrasi unsur timbel yang ditemukan cukup tinggi di udara Serpong. Jika terjadi kebocoran pada reaktor nuklir, akan ada banyak unsur kimia berbahaya lainnya yang akan mencemari udara, seperti Cobalt yang jauh lebih berbahaya dibandingkan timbel.
Setelah banyaknya protes yang dilakukan oleh KPBB, berbagai institusi pemerintahan mulai melakukan penelitian secara intensif.