"Harapan PBI setelah ada penelitian dari LIPI pemerintah mestinya tidak hanya membuat regulasi melarang atau memasukkan dalam jenis burung yang dilindungi, namun juga berupaya bagaimana menjaga dan mengembangbiakkan satwa tersebut di hutan," ungkapnya.
"Bagi kami, penangkar adalah pahlawan konservasi. Kalau tidak ada penangkar, maka tidak ada keseimbangan dan kelestarian habitat burung," tutupnya.
Menunggu 20 Tahun, dipatahkan hanya dalam 2 bulan
Ria Saryhanti selaku Head of Communication & Institutional Development Burung Indonesia menyayangkan diresmikannya kebijakan P.92/2018.
Padahal, diresmikannya peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dengan nomor P.20/2018 yang ditandatangani Juli 2018 sudah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak penggiat konservasi maupun yang bekerja di lapangan selama hampir 20 tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.
Yanthi mengingatkan kembali, adanya peraturan menteri tentang status perlindungan tumbuhan dan satwa, utamanya berguna untuk melindungi jenis-jenis tersebut di alam. Misalnya ada perburuan liar di alam, petugas konservasi yang bekerja di lapangan juga memiliki landasan hukum kuat untuk melakukan tindakan.
"Kalau status perlindungan itu dicabut, kami mengindikasi akan tetap ada penangkapan di alam. Baru-baru ini juga ada kasus penangkapan burung berkicau di alam, di jawa timur. Jenis-jenis seperti burung murai batu juga masih ditangkap di alam," papar Yanthi.
Seperti disebutkan di atas, tiga dari lima burung merupakan jenis burung kicau. Sementara Sementara anis-bentet kecil dan anis-bentet sangihe adalah satwa endemik.
Anis-bentet Sangihe hanya hidup di hutan pegunungan kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Indonesia. Sementara anis-bentet kecil yang juga salah satu jenis burung beracun hanya hidup di Papua, Papua Niugini, dan Australia. Jumlah keduanya di alam semakin berkurang karena hilangnya habitat.
"Anis-bentet sangihe dan anis-bentet kecil sebenarnya bukan jenis burung berkicau yang banyak diminati pecinta burung. Karena nama depannya anis, mungkin (kedua jenis burung itu) dianggap sebagai keluarga dari anis merah yang banyak ditangkar dan dimiliki para penghobi," imbuh Yanthi.
"Nah ini yang sangat disayangkan, kenapa bisa dikeluarkan dari status perlindungannya".
Proses kurang matang
Menurut Yanthi, kebijakan baru yang dikeluarkan oleh KLHK adalah proses yang belum matang. Salah satunya, karena LIPI tidak dilibatkan dalam memberikan rekomendasi. LIPI hanya memberi rekomendasi awal saat pembentukan Permen P20/2018.
Padahal, untuk menaikkan status satwa dan tumbuhan yang dilindungi atau tidak dilindungi, harus berdasarkan rekomendasi otoritas ilmiah, dalam hal ini adalah LIPI.
Yanthi menambahkan, pihak penangkar maupun penghobi burung sebenarnya juga tidak memiliki dampak akan status perlindungan bagi burung kicau. Sebab seperti yang sudah disebut, perlindungan tersebut ditujukan untuk satwa dan tumbuhnan yang ada di alam.