Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harimau Sumatera Terus Menerus Jadi Korban, Bagaimana Melindunginya?

Kompas.com - 27/09/2018, 19:08 WIB
The Conversation,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber

Kami memetakan ini melalui penyatuan peta profil geografis yang di lapis (overlay) dengan sikap toleransi penduduk terhadap satwa liar. Identifikasi desa bertoleransi rendah dengan risiko pertemuan harimau tinggi penting untuk menentukan prioritas bagi perlindungan harimau.

Dalam model yang kami buat, jika dilakukan pencegahan atau penanggulangan yang tepat pada desa-desa tadi, maka 54% serangan terhadap harimau dapat dihindari. Pendekatan seperti ini berpotensi menyelamatkan 15 harimau liar. Apabila itu terjadi, berarti hal tersebut adalah 10% dari seluruh populasi harimau Kerinci Seblat.

Riset ini, yang baru-baru ini dipublikasikan Nature Communication, menggabungkan pendekatan multidisiplin dengan melibatkan 12 ilmuwan ekologi spasial dan ilmuwan sosial dari Inggris dan Indonesia.

Riset kolaborasi lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan universitas ini juga menggunakan 13 tahun catatan perjumpaan manusia-harimau dan profil geografis. Teknik ini biasa digunakan di seluruh dunia untuk menangkap kejahatan yang berulang terhadap satwa.

Toleransi antar makhluk hidup

Dalam penelitian ini, kami mencoba memahami apakah toleransi manusia terhadap harimau merupakan “kunci” guna dalam mengendalikan konflik untuk menghadapi spesies berbahaya seperti harimau.

Penelitian ini berupaya menemukan faktor yang mendorong adanya perilaku yang dapat mengendalikan perburuan harimau, utamanya yang dirasakan oleh mereka yang hidup berdampingan dengan harimau. Selain itu juga kami mencari apa yang menjadi pemicu terkuat, niat berburu harimau.

Dalam penelusuran, kami menelaah tentang apa yang mempengaruhi niat masyarakat untuk memburu atau melindungi harimau, kami menemukan bahwa meningkatnya pengetahuan konservasi semata tidak mampu mengekang perburuan.

Hal serupa kami jumpai di Aceh, di mana sikap, norma, dan perilaku yang dipengaruhi oleh keyakinan – dalam hal ini fatwa dan tokoh agama – dapat menjadi penentu atas keinginan untuk berpartisipasi dalam konservasi.

Masyarakat biasanya memburu harimau karena hewan ini menyerang ternak dan manusia. Namun dalam penelusuran kami mengenai tingkat toleransi masyarakat terhadap harimau, dijumpai pula responden yang menghendaki eksistensi populasi harimau yang mengindikasikan adanya sikap pro konservasi.

Tingkat toleransi yang kami ukur adalah berkait dengan sikap, emosi, norma, dan latar belakang keyakinan spiritual yang mereka miliki. Dalam penelitian yang dipublikasikan Freya St John dan kawan-kawan, tergambar bahwa sikap keyakinan spiritual yang berlandaskan norma adat, juga menjadi penentu tingkat toleransi.

Baca juga: Harimau Sumatera, Predator Buas yang Bantu Hutan Tetap Lestari

Misalnya, antropolog Bakels mencatat orang Minangkabau dan Kerinci percaya bahwa jiwa leluhur mereka ada di harimau dan dapat memahami manusia dan hanya menyerang seseorang jika mereka melanggar hukum adat.

Ditemukan pula indikasi toleransi terhadap harimau berkurang ketika satwa tersebut berdampak buruk pada kehidupan penduduk. Jadi meski mereka punya sikap, emosi, norma, dan keyakinan spiritual yang bisa mendorong toleransi tinggi, jika mereka pernah mengalami dampak buruk pada kehidupan penduduk, toleransi mereka berkurang.

Dengan menggunakan model dari psikologi, kami mempelajari bagaimana orang membuat penilaian, mengapa responden bertindak, dan apakah keyakinan dan norma mempengaruhi dukungan untuk kebijakan dan intervensi.

Dari temuan kami, untuk langkah pencegahan, norma terutama adat yang ada dalam masyarakat dapat dimanfaatkan untuk mendorong perubahan perilaku.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau