Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mirip Gulali, Spesies Ikan Baru Ini Tinggal di Dasar Samudra Atlantik

Kompas.com - 27/09/2018, 09:30 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Di tengah Samudra Atlantik, ratusan meter di bawahnya tinggal dewi cinta Yunani dalam bentuk ikan karang yang sangat mempesona.

Dalam laporan yang terbit di jurnal ZooKeys, Selasa (25/9/2018), sekelompok ilmuwan California Academy of Sciences yang menemukan spesies baru ikan anthias, jenis umum ikan karang, menamainya dengan nama Tosanoides aphrodite atau ikan anthias Aphrodite. Aphrodite merupakan dewi cinta dalam mitologi Yunani.

T. aphrodite memiliki kulit berwarna merah jambu bercampur kuning yang sangat memikat. Saking mempesonanya, sampai-sampai para ahli yang sedang mengamati ikan ini tak sadar ada hiu sixgill besar sedang mengamati tepat di atas mereka.

"Tidak diragukan lagi, ini adalah ikan dengan warna paling spektakuler yang pernah saya lihat," kata Luiz Rocha dilansir National Geographic, Selasa (25/9/2018).

Baca juga: Tiga Ikan Spesies Baru Ditemukan di Bagian Terdalam Samudra Pasifik

Menurut keterangan ahli, T. aphrodite merupakan satu-satunya genus Tosanoides yang pernah ditemukan di Atlantik. Genus Tosanoides lainnya, termasuk ikan yang diberi nama mirip seperti mantan presiden AS - Tosanoides obama - hidup di Samudra Pasifik.

Kehidupan dewi cinta yang keras

T. aphrodite diketahui hanya tinggal di sebuah pulau terpencil di Brasil, Saint Paul Archipelago. Kawasan ini sangat terisolasi dan ada di 580 mil sebelah timur laut pantai Brasil.

Pada musim panas 2017, Rocha dan rekannya yang bernama Hudson Pinheiro berpetualang di sekitar pulau ini. Mereka menyelam untuk mengamati terumbu karang hingga berada di kedalaman hampir 120 meter.

Pada penyelaman akhir bulan Juni, mereka melihat kilatan berwarna merah jambu bercampur kuning melintas di celah-celah karang. Rupanya itu adalah ikan anthas berukuran tiga inci yang belum diidentifikasi sebelumnya, baik di dunia nyata atau literatur apapun.

Selama pengamatan di sisa hari itu, Pinheiro dan Rocha mengumpulkan tiga jantan dewasa, dua betina dewasa, dan dua remaja dewasa.

Perbedaan ikan Aphrodite anthas jantan dan betina sangat mencolok, ikan jantan memiliki bercak merah jambu yang lebih besar dibanding betina.

Tosanoides aphrodite jantan yang dikumpulkan ahli di Saint Paul Archipelago, Brasil. Tosanoides aphrodite jantan yang dikumpulkan ahli di Saint Paul Archipelago, Brasil.

Karena habitat ikan anthas Aphrodite sangat terpencil, terisolasi, dan jauh dari pulau-pulau dalam arus lautan Atlantik yang besar, habitat mereka adalah laboratorium alami yang sempurna untuk mempelajari bagaimana kehidupan menyebar di daratan dan lautan.

Sejak 1799, para ilmuwan termasuk Charles Darwin secara teratur mengunjungi Saint Paul Archipelago  untuk mencatat harta karun yang tersimpan di lautan.

Akhirnya pada 1998, Brasil membuat sebuah stasiun penelitian kecil untuk pulau-pulau itu sehingga memudahkan para ilmuwan untuk mempelajari zona karang mesofotik yang hidup di kedalaman antara 30 sampai 150 meter di bawah laut.

Zona karang mesofotik atau zona senja menyimpan terumbu karang yang sangat beragam dan lebih banyak spesies endemik daripada tempat lain di lautan.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa tujuh spesies ikan karang Saint Paul Archipelago sangat endemik dan tidak dapat ditemukan di belahan bumi manapun. Ikan anthas Aphrodite adalah yang kedelapan.

"Keindahan ikan anthas Aphrodite membuat kita sangat terpesona seperti kecantikan Aphrodite yang menarik hati dewa Yunani kuno," tulis para ahli dalam laporannya.

Baca juga: Spesies Ikan Baru Ditemukan, Beratnya sampai 2 Ton

Pinheiro yang sebagai penulis utama penelitian berharap ada perhatian lebih untuk terumbu karang mesofotik yang menjadi habitat ikan anthas Aphrodite.

Terlebih pada awal tahun ini, sebuah koalisi para ahli kelautan, termasuk Pinheiro dan Rocha menekankan meski zona senja berada di bawah laut yang sangat dalam, terumbu karang di sana menghadapi banyak ancaman dari manusia termasuk polusi sampah, penangkapan ikan berlebih, dan dampak dari perubahan iklim.

Saat menyelami Saint Paul Archipelago tahun 2017, Pinheiro dan Rocha juga melihat ada sampah dan tali pancing mengotori terumbu karang di laut dalam.

"Zona senja menyimpan keanekaragaman hayati yang berbeda dari banyak wilayah lain. Kami memiliki dokumentasi bahwa manusia sudah mulai menghancurkan habitat ini," kata Pinheiro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau