Perilaku tersebut sebagai reaksi defensif terhadap sentuhan pemiliknya.
Pada 2013, Profesor Anna Nekaris dan rekan-rekannya menerbitkan sebuah penelitian yang mengamati bagaimana pengguna internet bereaksi terhadap video tersebut.
Pada bulan-bulan awal video itu muncul, mereka menemukan bahwa seperempat dari yang memberikan komentar menyatakan minat mereka untuk memelihara salah satu hewan ini sebagai hewan peliharaan. Padahal, populasi liar kukang telah dinyatakan rentan oleh IUCN.
Prof Nekaris melanjutkan penelitiannya ke tren yang merisaukan ini dan mengatakan bahwa situasi belum membaik untuk spesies tersebut. Meski perdagangan telah menurun di beberapa daerah, itu hanya karena hewan ini telah punah secara lokal.
"Kukang lamban menderita lebih dari sebelumnya karena perdagangan satwa liar ilegal," jelas Prof Nekaris.
Selain diburu untuk perdagangan hewan peliharaan, mereka juga diburu untuk apa yang disebut sebagai obat tradisional.
Baca juga: Terbukti, Internet Ambil Bagian dalam Masalah Kurang Tidur
TRAFFIC (jaringan pemantauan perdagangan satwa liar) melaporkan bahwa iklan untuk satwa liar ilegal terus menurun di Cina - turun hingga 50 persen dari tahun 2012 hingga tahun 2016.
Statistik yang tampaknya positif ini datang dengan peringatan: perdagangan satwa liar ilegal telah berpindah dari situs e-commerce ke komunitas online privat dan jejaring sosial.
Perdagangan tersebut telah secara efektif didorong ke bawah tanah, ke platform yang sulit untuk dipolisikan oleh pihak berwenang.
Dorongan untuk mengetik "Saya ingin satu" di bawah video atau foto yang dibagikan saat ini hanya beberapa klik saja dari keterlibatan langsung dalam perdagangan satwa liar.
Tapi gelombang itu diharapkan mulai berubah. Pada 2018, 20 perusahaan teknologi terbesar di dunia bergabung dengan organisasi konservasi WWF untuk menindak perdagangan ilegal satwa liar.
Koalisi Global untuk Mengakhiri Perdagangan Satwa Liar Online (The Global Coalition to End Wildlife Trafficking Online) menetapkan sasaran pengurangan 80 persen pada tahun 2020.
Dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran akan eksploitasi satwa liar, Instagram juga telah meluncurkan inisiatif dengan pengguna yang memposting atau mencari gambar dengan tagar terkait.
Misalnya #tigerselfie (swafoto dengan harimau) atau #slowloris (kukang lamban) akan diberikan pesan pop-up yang menggarisbawahi perlunya melindungi margasatwa dan lingkungan.
Pada April 2018, BBC Earth bekerja dengan Instagram untuk menambahkan peringatan ke dua hashtag tambahan #orangutan dan #pangolin (trenggiling). Jaringan berbagi gambar itu belum merilis data untuk menunjukkan apakah penggunaan hashtag ini telah menurun.