Jumlah Hari
Sifat di atas membuat penanggalan Jawa tidak mengalami sengketa seperti penentuan awal Ramadhan atau Syawal di kalender Hijriah.
Selain itu, jumlah hari pada sistem kalender Jawa telah ditentukan, yaitu 30 hari untuk bulan ganjil (Sura, Mulud, dan lainnya) dan 29 hari untuk bulan genap (Sapar, Bakdamulud, dan lainnya).
Khusus tahun kabisat, bulan Besar (12) yang berumur 29 hari diganti 30 hari.
Ini berbeda dengan kalender Hijriah yang awal dan akhir bulannya ditentukan dengan fenomena hilal atau penampakan bulan.
Ada Koreksi
Dengan aturan-aturan itu, rata-rata kalender Jawa dengan Hijriah jadi berbeda di tahun-tahun tertentu. Setiap 120 tahun, kalender Jawa menjadi kelebihan satu hari dibanding sistem penanggalan Hijriah.
Baca juga: Sama-sama Berbasis Bulan, Mengapa Tahun Baru Kalender Tionghoa dan Islam Beda?
Hal itu membuat adanya koreksi yang dilakukan pada kalender Jawa setiap 120 tahun. Siklus 120 tahun ini kemudian disebut dengan kurup.
Proses koreksi itu baru diketahui setelah 72 tahun kalender Jawa berjalan. Sejauh ini sudah terdapat 3 kurup.
Pertama, 1 Sura 1627 (Alip) jatuh pada Kamis Kliwon. Kedua, 120 tahun kemudian, 1 Sura 1747 (Alip) jatuh pada Rabu Wage atau dikenal sebagai kalender Aboge.
Ketiga, kurup Aboge itu berakhir dengan datangnya kurup baru, yaitu 1 Sura 1867 (Alip) yang jatuh Selasa Pon atau disebut Asapon.
Kurup Asapon itulah yang saat ini berlaku, mulai 24 Maret 1936-25 Agustus 2052 M.
Koreksi semacam ini tidak dialami oleh kalender Hijriah karena memang mendasarkan pada fenomena astronomis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.