KOMPAS.com - Selasa (11/09/2018) kemarin, umat muslim merayakan tahun baru Islam, yaitu 1 Muharam 1440 Hijriah. Tak hanya umat muslim, masyarakat Jawa juga merayakan tahun baru kalender Jawa yaitu 1 Sura 1952.
Sering kali kedua tahun baru tersebut dianggap sama oleh masyarakat. Padahal, keduanya berbeda.
Menurut H Djanudji dalam bukunya yang berjudul Penanggalan Jawa 120 Tahun Kurup Asapon, kalender Jawa mulai dipakai bertepatan dengan 1 Muharam 1043 H atau 8 Juli 1633 M.
Sejarahnya...
Hal ini dilakukan oleh Raja Mataram Sultan Agung Anyakrakusuma untuk menyatukan sistem penanggalan masyarakat kejawen dan santri. Saat itu, masyarakat kejawen menggunakan kalender Saka, sedangkan kaum santri menggunakan kalender Hijriah.
Penyatuan ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi Mataram dihadapan penjajah Belanda.
Dirangkum dari Kompas.id, menjelaskan, kalender Saka merupakan sistem penanggalan yang didasarkan pergerakan bumi mengelilingi matahari.
Kalender tersebut telah digunakan oleh masyarakat Hindu di India sejak tahun 78 masehi. Setelah itu, kalender ini juga digunakan oleh masyarakat Hindu di Jawa dan Bali hingga kini.
Untuk merangkum semua kepentingan masyarakat Jawa yang berbeda, maka sistem penanggalan baru dibuat dengan menggabungkannya dengan kalender Hijriah.
Nama bulan dan jumlah hari didasarkan degan sistem kalender Hijriah. Sedangkan angka tahun Saka dipertahankan.
Ini membuat kalender pertama Jawa bukan 1 Sura tahun 1 Jawa, melainkan 1 Sura tahun 1555 Jawa.
Baca juga: Dalam Kalender Persia, Sekarang Baru Tahun 1396
Sifat
Penggiat edukasi astronomi sekaligus pengelola Imah Noong, Lembang, Jawa Barat, Hendro Setyanto, mengatakan, kalender Jawa adalah kalender matematis, sama seperti kalender Masehi.
Aturannya didasarkan pada perhitungan matematika dari fenomena astronomi.
Sementara kalender Hijriah adalah kalender astronomis yang ditentukan peristiwa astronomi meskipun dapat dimatematikakan.