Meski terlihat memiliki hasil positif, tapi Gregory Beroza, seorang profesor geofisika di Universitas Stanford, memperingatkan tentang hasil tersebut.
"Mungkin terlalu dini untuk menyimpulkan... pemahaman fisik yang memicu gempa susulan," tutur Beroza.
Dalam artikel yang diterbitkan di jurnal Nature, Beroza mengatakan jika penelitian tersebut hanya berfokus pada satu set perubahan yang disebabkan oleh gempa bumi yang mempengaruhi terjadinya tempat gempa susulan.
"Alasan lain untuk berhati-hati adalah bahwa analisis penulis bergantung pada faktor-faktor yang penuh ketidakpastian," tulis Beroza.
Baca juga: Viral Pesan tentang Gempa Jawa, LIPI Tegaskan Itu Hoaks
Menanggapi kritik tersebut, DeVries mengakui bahwa memang ada faktor tambahan yang bisa mempengaruhi lokasi terjadinya gempa susulan.
"(Masih) banyak yang masih harus dikerjakan (lebih lanjut)," kata DeVries.
"Kami sangat setuju bahwa pekerjaan ini hanyalah tahap awal yang memotivasi, bukan akhir," katanya.
Senada dengannya, Beroza pun mengatakan kalau penelitian ini telah membentuk "tempat berpijak" untuk studi lanjutan tentang bagaimana kecerdasan buatan dapat membantu memprediksi suatu kejadian.
"Penerapan metode pembelajaran mesin memberikan potensi bagi kita untuk menarik kesimpulan dari sumber informasi yang besar dan kompleks ini, tetapi kita masih berada di tahap awal," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.