Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Riset Internasional di Indonesia, Siapa yang Untung?

Kompas.com - 31/08/2018, 20:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh  dan 

PADA April 2018, penelitian tentang orang Bajau di Indonesia telah menjadi berita utama. Suku yang dikenal sebagai “pengembara laut” ini ternyata memiliki adaptasi genetik yaitu limpa yang lebih besar sehingga dapat memasok oksigen lebih banyak pada sel darah merah.

Namun, sebulan kemudian, artikel itu menarik kritik dari para ilmuwan Indonesia. Sebuah artikel di Science mempertanyakan etika penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari Denmark dan Amerika Serikat.

Argumen para peneliti Indonesia menyangkut etika dan izin penelitian, namun kejadian ini juga mengangkat isu banyaknya “penelitian gaya heliopter” yang dilakukan di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia.

"Penelitian gaya helikopter"

“Penelitian gaya helikopter” tidak ada hubungannya dengan kajian tentang kapal terbang. Sebutan “penelitian gaya helikopter” menggambarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari negara-negara kaya terbang ke negara berkembang seperti Indonesia.

Mereka mengambil sampel, meninggalkan Indonesia, menganalisis sampel di tempat lain, dan menerbitkan hasil penelitian dengan sedikit sekali melibatkan peneliti lokal. Paling banter, para ilmuwan lokal digunakan untuk mengatur logistik.

Penelitian helikopter tidak dihormati dalam penelitian genomik. Ilmuwan di Afrika menyerukan kontrol lebih banyak terhadap data genom benua mereka dengan menerbitkan pedoman. Akan tetapi, pedoman itu tidak berlaku untuk jenis penelitian lain.

Salah satu dari kami, Dian Fiantis, yang berbasis di Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat, memiliki banyak pengalaman kerja sama penelitian dengan para peneliti luar negeri. Dia telah bekerja sama dengan ahli tanah tanah dari Belgia, Malaysia, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia sejak 1993.

Bagi Dian, ada hubungan positif antara kolaborasi riset dan hasil penelitian. Kolaborasi dengan para ilmuwan ini meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian peneliti lokal, dan meningkatkan wawasan, keterampilan dan kemampuan ilmiah.

Kolaborasi memungkinkan para ilmuwan, baik dari negara berkembang maupun negara maju, untuk berbagi pengetahuan, keahlian, dan teknik. Kolaborasi juga mempercepat proses penelitian, dan meningkatkan visibilitas.

Namun ada saat-saat ketika sengat jelas bahwa peneliti internasional tidak tertarik untuk bekerja sama. Sebagai contoh, pada 2010 sekelompok peneliti ilmu tanah dari negara maju meminta Dian untuk membantu dan menemani mereka mengambil contoh tanah dari tanah sawah di Sumatra Barat.

Sejak awal, jelas bahwa para peneliti luar negeri ini hanya tertarik dengan kemampuan Dian untuk menentukan atau memilih lokasi yang sesuai untuk mengumpulkan sampel tanah. Dian mendapat publikasi internasional dari kegiatan ini, tapi sesungguhnya tidak terlibat dalam penelitian lanjutan di laboratorium.

Hasil penelitian ini memang dapat berkontribusi pada komunitas riset internasional; tapi itu tidak memberikan kontribusi ilmiah kepada peneliti lokal, dan temuan itu sendiri tidak berarti banyak bagi Indonesia karena hanya digunakan sebagai sebuah lokasi di daerah tropis.

Sejak itu Dian memutuskan untuk tidak berkolaborasi dengan ilmuwan internasional yang hanya tertarik untuk mengumpulkan sampel.

Halaman Berikutnya
Halaman:



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau