KOMPAS.com - Badan Ruang Angkasa Amerika Serikat (NASA) saat ini sedang bersiap kembali ke bulan setelah pertama kali manusia ke sana pada 1972. Bekerja sama dengan Roscosmos dan European Space Agency (ESA), NASA memastikan bagian pertama misinya mengorbit di bulan pada 2022.
Semua orang yang terlibat dalam misi berharap, bagian pertama itu dapat berfungsi sebagai dasar untuk perjalanan ke bulan dan akhirnya menuju Mars.
Namun perlu diketahui, usaha ambisius yang dijuluki Deep Space Gateway, Lunar Orbital Platform Gateway, atau Lunar Gateway sebenarnya masih menimbulkan kontroversi.
Baca juga: Tak Ingin Disaingi Negara Lain, NASA Luncurkan Misi ke Bulan dan Mars
Sejumlah kritik mengatakan misi ini tidak perlu dilakukan karena terlalu berisiko.
Sementara pihak pendukung mengatakan misi ini adlaah langkah penting untuk mengeksplorasi ruang angkasa lebih jauh. Terutama bagi pemerintah AS yang terobsesi ingin menonjolkan kemajuan Amerika, mereka menyebut eksplorasi ke bulan adalah pion politik yang kuat.
Lantas, apa kata astronot ESA Samantha Cristoforetti yang pernah menghabiskan waktu terlama hidup di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) hampir selama 200 hari sejak 2014 hingga 2015?
Perempuan yang juga terlibat dalam misi Gateway dan terkenal karena berhasil menyeduh espresso pertama di ISS itu sedikit menceritakan ada beberapa tantangan yang dihadapi tim Gateway.
Berikut hasil wawancara Samantha Cristoforetti bersama Newsweek, dilansir Rabu (29/8/2018).
Apa perbedaan bekerja di Bumi dan sebagai astronot? Apakah Anda merindukan luar angkasa?
Saya bukan tipe orang yang kerap merindukan sesuatu. Jika mereka meminta saya untuk segera pergi ke luar angkasa lagi, maka tentu saja dengan senang hati saya akan melepaskan pekerjaan yang saya lakukan sekarang dan mulai berlatih.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.