Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Hanya Pernapasan, Polusi Udara Juga Mengancam Ginjal Kita

Kompas.com - 27/08/2018, 19:31 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Beberapa studi telah membuktikan polusi udara berdampak buruk bagi kesehatan, seperti menyebabkan asma, peradangan organ, dan diabetes. Kini, studi terbaru menambahkan penyakit ginjal kronis ke daftar dampak kesehatan karena polusi udara.

Dilansir Science Daily, Jumat (24/08/2018), studi yang dilakukan oleh Universitas Michigan dan terbit di jurnal PLOS ONE, menyoroti hubungan antara pencemaran udara dengan ginjal sebagai penyaring darah.

"Mirip dengan merokok, polusi udara mengandung racun berbahaya yang secara langsung dapat memengaruhi ginjal. Ginjal membantu mengalirkan darah, dan jika ada yang membahayakan sistem peredaran darah, ginjal akan menjadi yang pertama merasakan efek itu," kata Jennifer Bragg-Gresham, ahli epidemiologi dari Universitas yang sama.

Baca juga: Polusi Udara, Pembunuh Senyap di Ibu Kota

Bahaya Polusi Udara

Polusi udara mengandung partikel halus atau PM 2.5 yang merupakan campuran partikel mikroskopis.

Karena partikel ini sangat halus dan tidak memiliki bobot, partikel dapat bertahan di udara lebih lama dan secara tidak langsung membuatnya dihirup manusia.

PM 2.5 diketahui dapat berdampak buruk pada kesehatan jika sering dihirup.

"Jika Anda melihat daerah yang sangat tercemar dibandingkan daerah yang kurang tercemar, Anda akan menemukan lebih banyak penyakit ginjal kronis," jelas Rajiv Saran M.D, ahli nefrologi dan direktur Pusat Koordinasi Data Sistem Ginjal dari Universtas Michigan.

Di Amerika, angka penderita penyakit ginjal kronis lebih dari 27 juta orang. Dalam hal yang sama, orang yang menderita penyakit ginjal kronis memiliki peningkatan risiko kematian kardiovaskular delapan kali lipat lebih tinggi.

Sayangnya, PM 2.5 hampir tidak mungkin dihindari. Pasalnya, polusi udara ini sangat dekat dengan kehidupan kita.

Polusi ini dihasilkan dari kegiatan sehari-hari seperti memasak, merokok, membakar kayu, produk semprot yang dikemas, peralatan rumah tangga dan, yang paling jelas, emisi industri dan kendaraan.

Tidak hanya PM 2.5, udara yang tercemar juga mengandung logam berat seperti mercury dan cadmium dimana sudah kita ketahui, keduanya sangat berbahaya bagi ginjal.

Permasalahan dan Langkah Pencegahan

Universitas Michigan menguji beberapa studi sebelumnya yang membahas masalah ini, termasuk upaya yang dilakukan di area tambang batubara di pegunungan Appalachia.

Pada tambang batubara Appalachia, ditemukan pria yang tinggal di daerah ini memiliki kemungkinan 19 persen lebih tinggi penyakit ginjal kronis dan 13 persen lebih tinggi pada perempuan jika dibandingkan dengan daerah yang tidak ada aktivitas pertambangan.

"Apa artinya ini bagi negara-negara dengan PM 2.5 yang lebih tinggi adalah peluang penyakit ginjal kronis secara signifikan lebih tinggi," kata Bragg-Gresham.

Baca juga: Dibanding Eropa dan Amerika, Polusi Udara di Asia 9 Kali Lebih Tinggi

Untuk itu, Bragg-Gresham menghimbau untuk berhati-hati bagi semua orang yang tinggal di daerah padat penduduk dan pertambangan, terutama bagi mereka yang kurang dalam kebugaran dan kesehatan.

"Banyak orang tidak serius dengan polusi udara karena ini bukan sesuatu yang dapat terlihat, tetapi itu bukan berarti itu tidak penting bagi kesehatan Anda," ujarnya.

"Di daerah-daerah yang sangat tercemar, pertimbangkan untuk menggunakan masker yang menutupi hidung dan mulut Anda, membatasi jam di luar dan membatasi waktu panjang untuk bekerja jam-jam lalu lintas tinggi juga," ujar Saran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com