KOMPAS.com - Jumlah titik panas (hotspot-red) meningkat seiring meluasnya pengaruh musim kemarau di sejumlah wilayah Indonesia. Dampaknya tidak hanya mencakup sebagian besar Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, namun telah meluas ke wilayah Sumatera bagian Selatan, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi.
Wilayah yang cukup signifikan mengalami peningkatan titik panas yaitu Kalimantan Barat (798 titik), Kalimantan Tengah (226 titik), Jambi (19 titik), dan Sumatera Selatan (13 titik).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkap, informasi titik panas dianalisis BMKG berdasarkan citra Satelit Terra Aqua (LAPAN).
Peningkatan jumlah titik panas ini, menurutnya diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar.
Baca juga: Musim Kemarau 2018 Tidak Datang Serempak, NTT Paling Awal
BMKG juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Daerah, Instansi terkait, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih.
"Yang perlu diwaspadai adalah dampak paparan kabut asap jika sampai terbakar karena sangat berpotensi menganggu kesehatan," imbuhnya.
Sedangkan sisanya 4.97 persen masih mengalami musim hujan. Adapun musim kemarau diprediksikan akan berlangsung hingga akhir Oktober 2018.
Herizal memaparkan, pantauan BMKG terhadap deret hari tanpa hujan sebagai indikator kekeringan meteorologis awal menunjukkan, deret hari tanpa hujan (HTH) kategori sangat panjang (31-60 hari) hingga ekstrim (>60 hari) umumnya terjadi sebagian besar di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, meskipun di beberapa daerah sudah terpantau terdapat jeda hari hujan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.