Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemakaman 5.000 Tahun di Kenya Tunjukkan Komunitas yang Egaliter

Kompas.com - 21/08/2018, 17:35 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Sumber Newsweek

KOMPAS.com – Tidak ada yang tahu jika di sebelah utara Kenya, ada sebuah pemakaman kuno yang begitu besar.

Tidak hanya menjadi yang paling besar dengan temuan 600 mayat di dalamnya, pemakaman yang ditemukan di sekitar danau Turkana, Kenya, ini juga merupakan yang paling awal pada zamannya.

Kehebatan dari kuburan ini tidak berhenti di sini.

Temuan pemakaman umum sebenarnya tergolong biasa sepanjang sejarah, dan biasanya beberapa temuan lain—seperti perhiasan—menunjukkan adanya penanda kelas sosial yang kompleks dan bertingkat. Biasanya, ini digunakan untuk menunjukkan stratifikasi sosial dan pemisah antara yang kaya dan yang miskin.

Baca juga: Makam Kuno di Maroko Buktikan Silang Budaya Afrika Utara-Eropa

Namun, tidak pada komplek yang diketahui dibuat oleh penggembala ini. Dijelaskan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, Mayat-mayat yang ditemukan di pemakaman ini berasal dari kaum egalitarian, bebas, dan tidak ada ikatan stratifikasi sosial.

"Penemuan ini menantang gagasan sebelumnya tentang monumentalisme. Lothagam Utara memberikan contoh monumentalisme yang tidak terkait dengan munculnya hierarki, membuat kita mempertimbangkan narasi lain dari konsep perubahan sosial," jelas arkeolog Elizabeth Sawchuk dari Stony Brook University dan Max Planck Institute.

Situs ini diperkirakan telah digunakan sekitar 5.000 sampai 4.300 tahun yang lalu.

Meskipun tim peneliti baru menggali sebagian area kecil dari komplek pemakaman ini—seluas 120 meter persegi-, mereka menemukan bahwa pria, wanita, dan anak-anak dari berbagai usia, telah dikubur bersama selama berabad-abad.

Baca juga: Arkeolog Temukan Makam Kuno Milik Jenderal Dinasti Han

Tidak ada satu pun mayat yang dipisahkan dari mayat yang lain, dan perhiasan seperti manik-manik batu yang ditemukan tampaknya juga dibagikan secara merata di antara mereka.

Mengingat kehidupan seorang penggembala selalu berpindah-pindah, populasi di wilayah tersebut tentunya akan tersebar-sebar dan akan terus berubah. Akibat dari pola ini, arkeolog mengasumsikan mereka memerlukan satu titik pertemuan, dan mungkin pemakaman ini adalah salah satu titik pertemuan mereka.

“Monumen-monumen itu mungkin berfungsi sebagai tempat bagi orang-orang untuk berkumpul, memperbarui ikatan sosial, dan memperkuat identitas komunitas. Pertukaran informasi dan interaksi melalui ritual bersama mungkin telah membantu para penggembala bergerak menavigasi lanskap fisik yang berubah dengan cepat,” kata Dr Anneke Janzen dari Max Planck Institute.

Pembangunan monumen kuno ini bersamaan dengan terjadinya perubahan lingkungan yang besar di Kenya bagian utara. Curah hujan pada masa ini menurun drastis dan danau Turkana yang sangat besar menyusut hingga setengah volume aslinya.

Temuan ini memungkinkan bahwa ikatan sosial yang terbentuk di monumen mungkin telah membantu orang berhasil melewati masa-masa sulit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Newsweek
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com