"Letusan tidak berpengaruh pada jalur penerbangan dan jalur pelayaran di Selat Sunda," tegasnya.
Selain itu, Sutopo juga menyebut tidak ada peningkatan status gunung api. Hingga saat ini, status Gunung Anak Krakatau tetap Waspada (level II) dengan radius zona berbahaya 2 kilometer.
Sebagai informasi, status tersebut ditetapkan sejak 26 Januari 2012. Status waspada sendiri berarti aktivitas vulkanik di atas normal sehingga terjadinya erupsi dapat terjadi kapan saja.
"Tidak membahayakan selama masyarakat tidak melakukan aktivitasnya di dalam radius 2 km," Sutopo mengingatkan.
Masa Pertumbuhan
Sutopo menjelaskan, erupsi Gunung Anak Krakatau adalah hal yang biasa dan normal.
"Ibarat manusia, gunung ini masih dalam pertumbuhan," ujarnya.
"Gunung akan menambah tubuhnya untuk lebih tinggi, besar, dan gagah dengan cara meletus," sambungnya.
Baca juga: Apa itu Lavanado, Fenomena Langka yang Terjadi Saat Kilauea Meletus?
Dengan kata lain, gunung ini akan masih terus aktif untuk tumbuh besar dan tinggi dengan melakukan erupsi. Meski begitu, energi letusannya tidak besar.
Gunung Anak Krakatau sendiri baru muncul dari permukaan laut pada 1927.
"Rata-rata tambah tinggi 4-6 meter per tahun. Energi erupsi yang dikeluarkan juga tidak besar," kata Sutopo.
"Sangat kecil sekali peluang terjadi letusan besar seperti letusan ibunya yaitu Gunung Krakatau pada 1883. Bahkan beberapa ahli mengatakan tidak mungkin untuk saat ini. Jadi tidak perlu dikhawatirkan," tegasnya.
Untuk itu, Sutopo mengingatkan masyarakat tetap tenang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.16)Dalam unggahan ke media social James Reynolds pdd (14/8/18) mengatakan, “Night time eruptions at Anak #Krakatau take on a totally different and amazing look. If you're a fan of giant, high speed, red hot flying lava bombs then watch this! #Indonesia #volcano pic.twitter.com/dCGC925Nyi
— BNPB Indonesia (@BNPB_Indonesia) August 19, 2018