Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Tunggangi Gajah Bisa Bikin Cedera? Ini Kata Ahli Anatomi

Kompas.com - 16/08/2018, 20:31 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - 12 Agustus menjadi peringatan hari gajah di seluruh dunia.  Banyak orang ikut dalam euforia ini lewat media sosial untuk menunjukkan sikap peduli terhadap gajah.

Salah satunya, sikap menolak menunggangi gajah karena membahayakan gajah itu sendiri.

Warganet pemilik akun Instagram @iqbalhimawan_ mengunggah foto pada Senin (13/8/2018) tentang gajah. Dalam keterangan foto, dia meminta maaf karena pernah menunggangi gajah.

"Saya baru tahu kalau struktur punggung gajah terdiri dari tonjolan tulang-tulang tajam yang hanya dilapisi jaringan tipis. Lebih parah lagi saat dikasih dudukan, bakan semakin melukai dan menyebabkan cedera tulang belakang jangka panjang pada gajah," tulisnya dalam keterangan foto.

Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah disukai 3.140 pengguna. Ungkapan sama juga disebar di Twitter dan telah dicuit ulang oleh lebih dari 8,9 ribu pengguna.

Baca juga: Mengapa Bayi Gajah Ini Memutar Belalainya? Ahli Menjawab

Benarkah gajah bisa cedera karena ditunggangi?

Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi Dr. drh. Hery Wijayanto, MP., spesialis anatomi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Dokter hewan sekaligus dosen itu mengaku sudah membaca tentang kekhawatiran warganet di media sosial. Ia mendukung, gajah bukan untuk ditunggangi apalagi dikomersilkan. Namun secara anatomi, Hery meluruskan kabar tersebut.

Menurutnya, yang dikhawatirkan oleh masyarakat adalah kemungkinan rusaknya tonjolan tulang di atas gajah atau yang disebut prosesus spinosus ketika gajah mengangkut beban atau manusia.

Ia menerangkan, bukan hanya gajah yang memiliki tonjolan, tetapi semua hewan memilikinya.

"Kalau dibandingkan dengan kuda, justru kerusakan lebih mengkhawatirkan terjadi pada kuda yang dipakai untuk balapan lari dan harus melompat-lompat juga," kata Hery saat dihubungi lewat sambungan telepon, Kamis (16/8/2018).

"Bukannya saya membela orang yang menunggangi gajah, tidak. Kalau saya lihat dari sisi anatomi, karena saya orang anatomi, ketika gajah diberi dudukan dan ada dua sampai tiga orang duduk di atasnya, untuk seekor gajah tidak masalah. Kekuatannya luar biasa, termasuk struktur anatominya," imbuhnya.

Beban yang bisa diangkut gajah

Hery mengatakan, sebenarnya belum ada jurnal yang membahas tentang berapa besar kemampuan gajah dalam menopang suatu beban.

Untuk itu, ia membandingkannya dengan kekuatan kuda. Hery berkata, kuda yang rata-rata memiliki bobot 3,5 sampai 4 kuintal mampu menahan beban sampai satu kuintal.

"Sementara gajah, beratnya bisa mencapai 3 ton atau hampir sepuluh kali lipat bobot kuda," katanya.

"Jadi kalau dari segi anatomi tidak terlalu berpengaruh. Kecuali kalau kita berbicara
tentang animal welfare. Betul, gajah tidak seharusnya ditunggangi," tegasnya.

Keadaan tertentu

Gajah bukan satwa untuk ditunggangi. Namun, dalam beberapa kasus kita tidak dapat menghindari menunggangi gajah.

Hery memberi contoh, misalnya ada gajah liar yang menyerang perkampungan. Untuk menenangkan dan mengembalikan ke habitatnya, pawang harus menunggangi dan mengisyaratkan perintah lewat daun telinga.

"Pada kebutuhan tertentu tidak bisa dihindari, ini untuk kepentingan gajah juga," ujarnya.

Pawang yang menunggangi gajah selalu naik ke bagian tengkuk gajah. Selain untuk memudahkan dalam memberi perintah, bagian ini juga memudahkan untuk berpegangan, lain dengan daerah perut yang terlalu lebar.

"Dari segi anatomi, bukan animal welfare, saya yakin (gajah) tidak akan berpengaruh bila ditunggangi dua sampai tiga orang, ia cukup kuat dan bentuk anatominya tidak berubah," ujarnya.

"Kecuali jika gajah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu dan dia harus menanggung beban selama 24 jam terus menerus, mungkin akan ada risiko jangka panjang," tukasnya.

Baca juga: Dikejar dan Diusir Manusia, Gajah di India Stres

Sementara itu, ahli ekologi satwa liar di World Wildlife Fund (WWF) Sunarto, juga menanggapi sikap dari masyarakat yang beredar di sosial media.

"Saya sangat senang, ini artinya masyarakat sudah mulai aware dengan gajah. Apa yang selama ini mungkin dianggap biasa," ujar Sunarto.

Ia mengatakan, gajah bukan satwa untuk ditunggangi kalau memang tidak perlu.

"Apalagi saat ini gajah Sumatra statusnya sudah kritis. Jadi sudah saatnya untuk lebih mempedulikan kondisi gajah kita, setiap apapun tindakan pada gajah seharusnya kita dapat memikirkan seberapa besar dampaknya ke gajah yang ada di alam," imbuhnya.

Menurutnya, kepentingan menunggang gajah bukan masalah boleh atau tidak boleh, tapi tergantung kebutuhannya.

"Misalnya menunggang gajah untuk berjalan-jalan menikmati alam, sebaiknya hal ini perlahan kita kurangi, kalau langsung disetop saya rasa enggak realistis," tegasnya.

"Menunggangi gajah di banyak negara sudah mulai ditinggalkan, dianggap kebiasaan kuno dan kurang peduli terhadap satwa. Jadi menurut saya, kita batasi. Yang bisa menunggangi itu seperti tim patroli gajah, kalau seperti itu oke untuk safety juga masih diperlukan," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau