Smythe telah meneliti anak-anak yang menderita kwashiorkor, salah satu bentuk kekurangan gizi yang biasanya diakibatkan kekurangan protein, mengakibatkan retensi cairan di sekitar abdomen sehingga perut tampak membuncit.
Ia menemukan, pola spesies bakteri di dalam usus anak-anak yang menderita kwashiorkor berbeda dengan anak-anak normal.
Di perut anak dengan kwashiorkor, misalnya, ia menemukan beberapa spesies bakteri yang biasanya hidup di usus besar. Ia menduga, ketidakseimbangan dalam mikrobiota usus terkait dengan penurunan berat badan.
"Pengamatan ini mendukung hipotesis Smythe bahwa perubahan komunitas mikroba usus bisa turut membentuk gambaran klinis kekurangan gizi parah," kata Geoffrey Preidis di departemen pediatri Baylor College of Medicine, Texas.
Saat Smythe merawat anak kurang gizi dengan memberi antibiotik untuk mengurangi kolonisasi bakteri berbahaya dan yoghurt probiotik yang mengandung bibit bakteri baik, ternyata mereka bisa cepat pulih.
Para ilmuwan seperti Smythe juga dibatasi oleh teknologi di masanya. Mereka hanya bisa mengidentifikasi spesies mikroba dengan mengambil sampel biologis dan kemudian mengembang-biakkan bakteri secara in vitro.
Baca juga: Memutus Rantai Gizi Buruk dan Kematian Bayi
Memahami pentingnya bakteri lewat perkembangan ilmu genetika
Perkembangan dalam ilmu genetika telah membuat proses ini jadi lebih gampang.
"Sekarang, kita tak perlu mengembang-biakkan bakteri untuk mempelajari mereka. Kita dapat menentukan mikroba apa saja yang ada (di dalam usus) dengan mengurutkan DNA mereka," kata Preidis. "Ini penting karena sebagian besar mikroba usus sulit dikembang-biakkan di dalam laboratorium."
Dari teknologi ini, akhirnya muncul berbagai riset yang membahas berbagai cara mikrobiota usus bisa memengaruhi kesehatan kita.
Misalnya, bakteri baik seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium bisa mengurangi inflamasi dan memperkuat dinding usus.
Kedua bakteri itu juga dapat membantu memecah karbohidrat dan protein kompleks. Terpenting, bakteri-bakteri baik ini juga membantu produksi dan penyerapan asam amino yang esensial untuk pertumbuhan.
Mengingat otak yang sedang bertumbuh adalah salah satu organ tubuh yang paling lapar, manfaat ini boleh jadi sangatlah penting bagi perkembangan sistem saraf yang sehat.
Selain itu, keragaman mikrobiota usus dapat melindungi tubuh dari infeksi bakteri jahat, seperti shigella, listeria, atau salmonella.
"Jika pola makan buruk melemahkan sistem pertahanan alami ini, maka anak-anak kurang gizi dapat segera memasuki 'lingkaran setan'," kata Jonathan Swann, associate professor mikrobiomik di Imperial College London.