Mulai Umum
Ratu Victoria dari Inggris juga melakukan bedah caesar untuk bersalin pada 1853. Dia menggunakan kloroform sebagai obat bius selama kelahiran Pangeran Leopoldo.
Hal ini dianggap sebagai salah satu jalan bagi penggunaan obat biusa dalam kebidanan dan bedah caesar.
Sterilisasi, cuci tangan, dan antibiotik juga mengubah hasil bedah caesar.
Baca juga: Adakah Pantangan Makanan Setelah Operasi Caesar?
1867, Joseph Lister memperkenalkan semprotan karbol untuk disinfektan area operasi.
1876, Eduardo Porro, Profesor Obstetri di Pavia menganjurkan pengangkatan rahim setelah operasi caesar sebagai cara mengendalikan pendarahan.
Namun, pada tahun 1882, ahli kebidanan Jerman, Adolf Kehrer dan Max Sänger masing-masing mengembangkan metode untuk mencegah perdarahan dengan menggunakan jahitan untuk menutup luka.
Pada 1940, bedah caesar mulai umum dilakukan. Hal ini mengikuti kemajuan dalam penemuan antibiotik.
Selanjutnya, perbaikan teknik bedah, transfusi darah, dan prosedur antiseptik juga turut membuat prosedur ini lebih baik lagi. Semua itu mengurangi risiko kematian yang terjadi pada bedah caesar.
Batas Aman
Tahun 1985, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan tingkat bedah sesar optimal adalah 10 hingga 15 persen dalam populasi tertentu.
Rekomendasi ini diberikan bukan tanpa alasan. Menurut WHO, jika operasi caesar dilakukan di atas tingkat tersebut, beban berlebihan akan terjadi untuk perawatan ibu dan anak baik sebelum dan sesudah persalinan.
Artinya, prosedur ini meningkatkan jumlah perempuan dan bayi untuk terpapar risiko yang terkait operasi.
Meski sudah diberi batasan, pada kenyataannya, di akhir abad ke-20 persentase operasi caesar di Amerika Serikat meningkat tajam.
Baca juga: Persalinan Normal dan Caesar, Lebih Baik Mana?
Sebagian besar terjadi akibat peningkatan jumlah malpraktik dokter kebidanan untuk menemukan indikasi masalah dalam persalinan.
Pada awal abad 21, tingkat bedah caesar melebihi rekomendasi WHO. Angka yang melonjak tinggi terlihat pada beberapa negara seperti Inggris, Australia, Jerman, Perancis, Italia, India, China, dan Brasil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.