KOMPAS.com - Sebuah rekaman yang baru-baru ini dirilis menunjukkan gambar orang terakhir dari suku terasing Amazon.
Orang ini sering dijuluki sebagai pria pembuat lubang. Julukan itu mengacu pada lubang-lubang yang dia gali untuk menangkap hewan liar.
Julukan lain untuk pria ini adalah orang terakhir dari sukunya. Panggilan ini disematkan karena pria yang diperkirakan berusia 50 tahun itu merupakan satu-satunya yang selamat dari pembantaian sukunya pada 1995.
Sejak itu, pria tersebut selama 23 tahun hidup dalam isolasi total. Dia tidak pernah melakukan kontak dengan dunia luar.
Meski begitu, pria ini mendapat pengawasan dari FUNAI, badan pemerintah Brasil yang bertugas melindungi hak, adat istiadat, dan kehidupan masyarakat adat di Brasil.
"Orang ini, tidak seorang pun dari kita mengenalnya. Dia yang hampir kehilangan segalanya, termasuk sukunya, membuktikan bahwa mungkin untuk tetap bertahan hidup dan menolak kontak (dengan dunia luar)," ungkap Altair Algayer, kepala tim yang mengawasi pria tersebut dikutip dari Science Alert, Selasa (24/07/2018).
"Saya rasa dia lebih baik saat ini dibanding jika dia melakukan kontak," sambung Algayer.
Menolak Kontak
Sebenarnya pria ini bukannya tidak pernah melakukan kontak. Pada 2004 lalu, dia menembakkan panah peringatan yang mengenai seorang petugas FUNAI karena terlalu dekat dengannya.
Panah tersebut menandakan bahwa pria yang hanya mengenakan cawat ini tidak ingin berhubungan dengan dunia luar.
Baca juga: Suku Bajo, Manusia Pertama yang Beradaptasi Genetik untuk Menyelam
"Aku mengerti keputusannya," kata Algayer dilansir dari The Guardian, Kamis (19/07/2018).
"Itu adalah tanda perlawanannya, dan sedikit penyangkalan, kebencian terhadap peristiwa yang pernah dilaluinya," sambungnya.
Perilisan Rekaman
Sebenarnya, bukan tanpa sengaja rekaman tentang pria ini dirilis. Pihak FUNAI bersama dengan Survival International, sebuah organisasi hak asasi menusia global untuk perlindungan masyarakat adat, sedang mencoba untuk menyoroti suku terpencil Amazon.
Suku-suku terpencil di Amazon mengalami risiko konstan perambahan hutan oleh dunia luar.