Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekaman Ini Tunjukkan Orang Terakhir dari Suku Terpencil Amazon

Kompas.com - 24/07/2018, 18:06 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Sebuah rekaman yang baru-baru ini dirilis menunjukkan gambar orang terakhir dari suku terasing Amazon.

Orang ini sering dijuluki sebagai pria pembuat lubang. Julukan itu mengacu pada lubang-lubang yang dia gali untuk menangkap hewan liar.

Julukan lain untuk pria ini adalah orang terakhir dari sukunya. Panggilan ini disematkan karena pria yang diperkirakan berusia 50 tahun itu merupakan satu-satunya yang selamat dari pembantaian sukunya pada 1995.

Sejak itu, pria tersebut selama 23 tahun hidup dalam isolasi total. Dia tidak pernah melakukan kontak dengan dunia luar.

Meski begitu, pria ini mendapat pengawasan dari FUNAI, badan pemerintah Brasil yang bertugas melindungi hak, adat istiadat, dan kehidupan masyarakat adat di Brasil.

"Orang ini, tidak seorang pun dari kita mengenalnya. Dia yang hampir kehilangan segalanya, termasuk sukunya, membuktikan bahwa mungkin untuk tetap bertahan hidup dan menolak kontak (dengan dunia luar)," ungkap Altair Algayer, kepala tim yang mengawasi pria tersebut dikutip dari Science Alert, Selasa (24/07/2018).

"Saya rasa dia lebih baik saat ini dibanding jika dia melakukan kontak," sambung Algayer.

Menolak Kontak

Sebenarnya pria ini bukannya tidak pernah melakukan kontak. Pada 2004 lalu, dia menembakkan panah peringatan yang mengenai seorang petugas FUNAI karena terlalu dekat dengannya.

Panah tersebut menandakan bahwa pria yang hanya mengenakan cawat ini tidak ingin berhubungan dengan dunia luar.

Baca juga: Suku Bajo, Manusia Pertama yang Beradaptasi Genetik untuk Menyelam

"Aku mengerti keputusannya," kata Algayer dilansir dari The Guardian, Kamis (19/07/2018).

"Itu adalah tanda perlawanannya, dan sedikit penyangkalan, kebencian terhadap peristiwa yang pernah dilaluinya," sambungnya.

Perilisan Rekaman

Sebenarnya, bukan tanpa sengaja rekaman tentang pria ini dirilis. Pihak FUNAI bersama dengan Survival International, sebuah organisasi hak asasi menusia global untuk perlindungan masyarakat adat, sedang mencoba untuk menyoroti suku terpencil Amazon.

Suku-suku terpencil di Amazon mengalami risiko konstan perambahan hutan oleh dunia luar.

"Masalahnya tidak ada ruang kosong di Amazon," ujar Jose Carlos Meirelles, mantan pejabat FUNAI.

"Kita terbang di atasnya dan melihatnya seperti semuanya adalah hutan, tapi di sana penuh dengan pengedar narkoba, penebang liar, dan lain-lain," sambungnya.

Ketika kepentingan-kepentingan eksploitatif ini konflik dengan suku-suku terasing ini maka mereka bisa terancam.

Tahun lalu, penambang emas ilegal diduga membantai hingga 10 anggota suku terpencil Fleicheros di wilayah terdekat Brasil barat.

Untuk melindungi anggota suku-suku ini, FUNAI kemudia secara legal membatasi masuk ke wilayah mereka.

Dalam kasus orang terakhir dari sukunya ini, area demarkasi Tanaru Indigenous Land (TI) membentang di atas lahan seluas lebih dari 8.000 hektar.

Baca juga: Ini Alasan Kenapa Suku Berburu-Meramu Punya Penciuman Lebih Baik

Wilayah ini memberi manusia ruang bebas untuk berburu, menanam tanaman, dan melakukan tradisi sukunya.

Pemantauan

Dalam 10 tahun terakhir, FUNAI juga telah melakukan puluhan perjalanan untuk memantau pria dan wilayahnya.

Mereka melihat tempat tinggal yang dia bangun, makanan yang dia tanam (jagung, ubi kayu, pepaya, dan pisang), tongkat dan kepala panah dia ukir, dan lubang-lubang yang digali untuk menangkap binatang.

Sayangnya, FUNAI telah mengalami pemotongan anggaran besar-besaran tahun ini.

"FUNAI telah mengalami pemotongan anggaran besar baru-baru ini, dan awal tahun ini menutup beberapa pos perlindungan di daerah-daerah di mana orang-orang pribumi yang tidak dikontrak tinggal, namun FUNAI menaikkan jumlah suku-suku yang tidak terkontaminasi," kata Sonia Watson, direktur penelitian Survival kepada AFP, Senin (23/07/2018).

"Tidak pernah pos-pos ini menjadi lebih penting karena tekanan meningkat dari agribisnis dan kepentingan pertambangan," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com