Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kali Pertama, NASA Temukan Batuan Antariksa di Bawah Laut

Kompas.com - 09/07/2018, 11:33 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber Newsweek


KOMPAS.com - Pada 7 Maret lalu, sebuah meteroit yang diprediksi seberat dua ton meledak di langit AS. Para ilmuwan NASA percaya, asteroid itu jatuh di dasar lautan.

Sebab itu, para ilmuwan bergegas untuk memetakan dan menjelajahi dasar lautan untuk mencari sampel puing meteroit tersebut. Ini adalah kali pertama pencarian meteroit di dasar laut.

Ekspedisi yang dimulai awal pekan lalu, telah menemukan dua potongan batu kecil. Menurut analisis visual awal, batu itu menunjukkan potongan kerak fusi yang tipis.

Jika pengujian lebih lanjut membenarkan bahwa batu itu memang berasal dari luar angkasa, maka ini adalah potongan meteorit pertama yang ditemukan di dasar laut.

Baca juga: Super Cepat dan Senyap, NASA Siap uji Coba Pesawat Supersonik Terbaru

Dalam penjelajahan dasar laut, para ilmuwan menggunakan kapal penelitian E/V Nautilus yang didanai Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional dan Ocean Exploration Trust.

Kapal ini menjelajahi dasar laut menggunakan sunar atau navigasi suara jarak jauh. E/V Nautilus dilengkapi dengan selang, sekop, dan piringan magnetik agar dapat dengan mudah mengumpulkan sampel sedimen.

Saat kapal naik ke permukaan, barulah para ahli mencari sampel yang diyakini sebagai potongan meteorit.

Marc Fries adalah salah satu kurator debu kosmik dari NASA yang melakukan analisis visual awal terhadap sampel batuan yang ditemukan.

Kurator debu kosmik NASA Marc Fries melakukan analisis awal terhadap puing meteorit yang menempel pada papan magnetik. Puing meteroit ini diyakini dapat menjadi petunjuk akan pembentukan tata surya dan bumi. Kurator debu kosmik NASA Marc Fries melakukan analisis awal terhadap puing meteorit yang menempel pada papan magnetik. Puing meteroit ini diyakini dapat menjadi petunjuk akan pembentukan tata surya dan bumi.

Ia juga orang yang melacak jatuhnya meteorit pada Maret lalu menggunakan sistem radar canggih. Lewat data radar yang terkumpul, ia kemudian memetakan 650 meter persegi luas lautan untuk menemukan puing-puing meteorit.

Batuan sisa meteorit memang dapat bertahan ribuan tahun saat jatuh di daratan, dan bukan di lautan. Bila jatuh di laut, sisa meteroit akan semakin sulit ditemukan. Itu sebabnya, para ahli harus berpacu dengan waktu untuk menemukan sisa meteorit dari dasar laut.

"Sisa meteroit ini akan sangat penting untuk studi ilmiah," ujar Fries kepada Newsweek, yang diberitakan Jumat (6/7/2018).

Bagi Fries, meteroit satu ini adalah meteroit terbesar yang pernah dilihatnya dan nampak sangat kokoh.

"Saat meteroit jatuh, ia menampilkan perilaku fragmentasi tak biasa. Ini artinya meteorit itu secari mekanik sangat keras dan kokoh, mungkin juga langka," katanya.

"Yang kita butuhkan adalah mencari satu potongan meteorit untuk membuktikannya," imbuh Fries.

Baca juga: NASA Temukan Gundukan Biru di Planet Mars, Apa Itu?

Fries yakin, batuan antariksa purba itu akan memberi petunjuk kimia terkait pembentukan awal tata surya dan sejarah planet kita.

Kabar terbaru, E/V Nautilus akan melakukan penjelajahan keanekaragaman hayati ke tiga gunung laut di Samudera Pasifik sebelah timur laut.

Perjalanan kapal ini dapat diikuti di Nautiluslive.org.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Newsweek
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com