Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/07/2018, 11:06 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

KOMPAS.com - Dalam sebuah seri fiksi sains berjudul The Expanse, manusia digambarkan mulai berpikir untuk hidup di sabuk asteroid.

Serial tersebut berlatar 200 tahun di masa depan, ketika manusia telah mendirikan koloni di Bulan dan Mars, dan mulai merambah sabuk asteroid.

Keinginan merambah sabuk asteroid ini bukan tanpa alasan. Salah satu alasan yang paling dominan adalah menambang.

Menambang

Tidak seperti Bumi, di mana logam mulia cenderung terkubur di bawah tanah, ada banyak logam seperti emas dan paladium di permukaan asteroid.

Asteroid juga bisa digunakan sebagai pos penelitian ilmiah.

Sabuk asteroid mengorbit Matahari antara Mars dan Jupiter, dan dianggap sebagai sisa-sisa planet.

Meskipun sabuk asteroid adalah sumber utama asteroid, benda langit ini dapat ditemukan di seluruh tata surya dan dapat dibedakan menjadi tiga tipe dasar: berbatu, berkarbon, dan metalik.

Ukurannya berkisar dari ratusan meter hingga ukuran rumah kecil.

Perusahaan seperti Planetary Resources dan Deep Space Industries sudah berinvestasi pada penambangan asteroid sejak lama. Diperkirakan, mereka bisa mulai menambang pada tahun 2025.

Ancaman Radiasi

Namun, membuat tempat tinggal di asteroid jauh lebih rumit daripada sekadar menambang.

Baca juga: Tarian Asteroid di Antara Ratusan Galaksi Terekam Teleskop Hubble

Salah satu tantangan utama adalah jumlah radiasi yang akan mengenai koloni. Akan ada radiasi matahari, sabuk radiasi Jupiter dan lebih banyak lagi dari sinar kosmik.

"Sinar kosmik adalah partikel energi tinggi, kebanyakan hanya terdiri atas proton atau inti berenergi tinggi. Mereka bisa masuk ke tubuh Anda dan mengakibatkan kerusakan," kata Martin Elvis dari Harvard-Smithsonian Centre for Astrophysics.

Untuk diketahui, di Bumi, atmosfer kita menyerap sinar-sinar yang paling berbahaya. Karena itulah, koloni ruang angkasa akan membutuhkan perisai serupa untuk bisa tinggal di asteroid.

"Lapisan tebal air atau es bisa dipakai [untuk perlindungan], tetapi tebalnya harus beberapa meter," ujar Elvis.

Mikro-gravitasi

Seperti radiasi, terpapar dengan gravitasi nol atau mikro akan berdampak buruk pada tubuh manusia.

"Astronot di ISS harus berolahraga selama dua jam setiap hari dengan 'mesin perlawanan gravitasi' dan pada akhirnya mereka masih punya masalah kesehatan akibat hidup tanpa gravitasi dalam waktu lama," kata astrofisikawan Katie Mack, asisten profesor di North Carolina State University.

Ini juga berlaku bagi orang yang tinggal di asteroid dalam jangka panjang. Semacam gravitasi buatan untuk mengurangi efek ini.

Tinggal di asteroid berarti akan butuh semacam pembangkit tenaga listrik.

Kebanyakan satelit bergantung pada cahaya untuk mengisi daya, tetapi ini mungkin tidak efektif untuk koloni asteroid.

Baca juga: Lagi-lagi, Asteroid Luput dari Pantauan NASA dan Meledak di Rusia

"Saat Anda bergerak menjauhi Matahari, maka 'Hukum Inverse Square' mulai berlaku. Jika Anda dua kali lebih jauh dari Matahari, maka Anda hanya akan memiliki seperempat energi dari panel surya Anda," kata penulis fiksi-sains dan mantan astronom Alastair Reynolds.

"Maka saat Anda melampaui orbit Mars dan ke wilayah Jupiter dan Saturnus, Anda harus membangun semacam panel surya yang sangat besar, tapi saya tidak melihat itu sebagai masalah besar," sambungnya.

Jenis Asteroid

Jenis asteroid yang ideal untuk manusia adalah jenis karbon, karena seringkali 10 persen isinya adalah air.

Ilustrasi pendaratan wahana OSIRIS-REx di permukaan asteroid Bennu. Wahana berbobot 2 ton itu akan mengambil sampel debu asteroid untuk mengungkap asal-usul tata surya.AP Ilustrasi pendaratan wahana OSIRIS-REx di permukaan asteroid Bennu. Wahana berbobot 2 ton itu akan mengambil sampel debu asteroid untuk mengungkap asal-usul tata surya.

"Air sangat umum di ruang angkasa, karena [terbuat] dari elemen yang paling umum di alam semesta," kata Elvis.

"Air juga dapat dipecah menjadi oksigen dan hidrogen, memungkinkan Anda untuk menghirup oksigen," imbuhnya.

Ketebalan asteroid juga harus setidaknya 100 meter, untuk memberikan perlindungan yang cukup dari radiasi.

Permukiman bisa dikubur di bawah permukaan asteroid, sehingga menjadi perisai radiasi. Namun, menambang dan menggali asteroid lebih sulit dari yang terlihat.

"Banyak dari apa yang kita anggap sebagai asteroid adalah tumpukan puing-puing yang tidak memiliki struktur utuh di dalamnya—mereka bukan batu-batu raksasa," kata Reynolds.

"Mereka lebih seperti gumpalan besar atau kerikil yang disatukan oleh gravitasi mereka sendiri," tambahnya.

Baca juga: Seterang Matahari, Ini Identitas Asteroid Mini yang Jatuh di Afrika

Bisa Menghancurkannya

Kurangnya koherensi material ini juga berarti bahwa setiap upaya memutar asteroid – untuk menghasilkan gravitasi buatan di dalam asteroid – akan memaparkannya pada kekuatan tambahan, dengan risiko menghancurkannya.

Oleh karena itu, beberapa mekanisme untuk meningkatkan daya tahan asteroid harus dilakukan.

"Anda harus mengosongkannya tanpa mengotak-atik keutuhan strukturnya, kemudian memutarnya sambil memastikan putaran itu tidak terlalu menekan struktur yang tersisa," kata Mack.

Satu saran lain adalah membuat jaring logam atau sangkar yang mengelilingi asteroid untuk mencegahnya hancur.

Ini ternyata tidak sesulit yang dibayangkan, karena sabuk asteroid punya banyak logam asteroid, bahan yang mungkin dapat digunakan.

Tantangan Lain

Tantangan yang menanti permukiman asteroid mirip dengan tantangan usulan lain, yakni permukiman di pangkalan bulan.

Selain gravitasi, satu-satunya perbedaan utama lainnya adalah jarak.

Bulan dan ISS relatif dekat. Bulan hanya berjarak 361.000 km di titik terdekatnya, dan ISS hanya di dalam atmosfer Bumi.

Di sisi lain, sabuk asteroid kira-kira 256 juta km jauhnya.

Setiap permukiman asteroid akan membutuhkan sistem ekosistem tertutup dan mandiri, karena dukungan dari Bumi akan sangat terbatas.

Baca juga: Salah Prediksi, Asteroid Ini Hanya Lewat Indonesia dan Jatuh di Afrika

"Bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk sampai ke asteroid dan kembali lagi, jadi jika ada keadaan darurat, Anda harus menghadapinya di asteroid. Anda akan butuh banyak sekali orang, jadi tidak bisa hanya pergi ke sana dan memakai replicator [seperti di film Star Trek]," kata Elvis.

Bahkan mengirim pesan ke Bumi pun bisa memakan waktu satu jam.

Membangun permukiman di asteroid tampaknya mungkin secara teknis, tetapi dengan tantangan teknis yang besar pula.

Sebaliknya, jauh lebih mungkin menambang asteroid dari jarak jauh dengan sistem dan drone otomatis.

Posko di Mars

Pilihan lain untuk mendukung ini adalah membangun posko di Mars, yang bisa dipakai untuk mengkoordinasikan sistem penambangan asteroid.

"Baik Mars dan Bulan lebih baik dalam hal gravitasi, radiasi bisa ditangkal dengan berlindung di terowongan bawah tanah yang sudah ada," kata Mack.

Sudah ada setengah lusin satelit yang dapat digunakan untuk komunikasi dan lingkungan sekitarnya pun telah dipelajari dengan saksama.

Ada beberapa asteroid yang bergerak di orbit elips mengelilingi Matahari, dengan jalur yang mendekati Bumi dan Mars.

Asteroid ini dapat dilubangi dan dimanfaatkan sebagai bentuk transportasi, sambil melindungi astronot dari radiasi dan menghemat bahan bakar.

"Kita sudah tahu bahwa ada lebih dari selusin asteroid yang mudah didorong ke orbit ini dengan teknologi yang akan muncul beberapa tahun mendatang," kata Elvis.

Baca juga: Astronom Temukan Asteroid Alien Mengorbit Bersama Jupiter

Ada juga proposal untuk membangun pelabuhan antariksa di Phobos, bulannya Mars, yang dianggap pernah jadi asteroid. Pelabuhan antariksa ini dapat digunakan sebagai titik loncatan untuk kemudian menetap di Mars.

Jadi, meskipun planet adalah tempat yang lebih disukai untuk pangkalan manusia, karena gravitasi dan perlindungan atmosfernya, rupanya kita juga bisa menjelajah asteroid.

Namun, asteroid tidak akan menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Manfaatnya harus jauh lebih besar daripada tantangan menakutkan yang harus kita hadapi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com