KOMPAS.com - Calon pemimpin yang tidak siap mental untuk menerima kekalahan dalam persaingan harus mewaspadai ancaman depresi yang bisa berujung pada perilaku bunuh diri.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk dengan rasa egosentris yang tinggi. Hal ini ternyata membuat manusia sulit untuk menerima sebuah kekalahan atau kegagalan dalam sebuah kompeitisi.
Sulit menerima kenyataan terhadap sebuah kekalahan itu menimbulkan tekanan mental dalam diri seseorang yang memicu gangguan depresi.
"Orang yang dalam kondisi tertekan akan meningkatkan produksi neurotransmitter tertentu, seperti serotonin dalam otak," kata Dr Ika Widyawati, SpKJ, seorang spesialis Kedokteran Jiwa (Konsultan) dari Universitas Indonesia, kepada Kompas.com (25/6/2018).
Baca Juga: Bagaimana Cara Mendeteksi Orang yang Ingin Bunuh Diri?
Apabila hiper serotoninergik ini tidak bisa dikendalikan, maka akan muncul gangguan dan bila terus berlarut-larut bisa menyebabkan perilaku bunuh diri," imbuhnya lagi.
Widyawati mengatakan, seseorang yang terkenal atau tokoh masyarakat akan memiliki tekanan mental lebih besar.
"Orang yang semakin terkenal, tekanan sosialnya akan semakin berat. Misalnya, seorang petahana atau pejabat, akan lebih berat tekanannya saat bertarung dalam pilkada. Kita mengetahui, mempertahankan jabatan itu tentunya lebih sulit," katanya.
Bagi seorang pemimpin, memiliki mental yang kuat adalah sebuah keharusan. Pemimpin dengan mental yang kuat saat menerima kekalahan atau kegagalan akan mempengaruhi perilaku massa pendukung mereka.
Baca Juga: Mengapa Masih Ada Orang yang Melakukan Bom Bunuh Diri? Sains Jelaskan
"Tentu saja kesiapan mental dalam setiap pertarungan atau kompetisi sangat dibutuhkan, ujian apapun sangat penting, ketahanan mental seseorang akan diuji dan ini sangat tergantung dengan kepribadian dasar seseorang," kata Widyawati.
Sementara itu, dr. Andri, SpKJ, FAPM, dari Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tangerang, mengatakan, sikap baik dalam menerima kekalahan atau kemenangan seorang pemimpin akan bisa memengaruhi massa pendukung mereka.
"Sebagian besar para calon akan merasa dirinya bisa menang dalam pemilihan dan kita tahu hanya akan ada satu pemenang saja. Nah, bila seorang pemimpin berperilaku secara kesatria menerima kekalahan atau merayakan kemenangan dengan baik, maka sikap ini juga akan mempengaruhi massa pendukungnya," katanya, kepada Kompas.com, Senin (25/6/2018).
Menurut Andri, untuk mencegah depresi terjadi, para pemimpin dan juga massa pendukung harus memahami bahwa menang atau kalah dalam sebuah kompetisi adalah hal biasa.
"Baik menang atau kalah itu hal biasa, terimalah dengan baik. Kalau kalah, tidak usah terlalu frustrasi dan bila menang, juga tidak harus berlebihan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.