Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Ahli Minta Film Dokumenter "The Magic Pill" Diet Paleo Diturunkan

Kompas.com - 24/06/2018, 17:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor


KOMPAS.com - The Magic Pill, film dokumenter yang dinarasikan dan diproduksi koki terkenal asal Australia Peta Evans, tengah menjadi sorotan para ahli kesehatan karena berisiko besar memberi informasi yang salah. Awal bulan ini Asosiasi Medis Australia (AMA) meminta tayangan itu diturunkan

Pasalnya, tayangan itu menceritakan tentang diet paleo, yakni diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat yang dipercaya dapat mengobati autisme, asma, bahkan kanker.

Dalam film tersebut digambarkan bagaimana gejala penderita penyakit kronis berkurang secara drastis setelah menjalankan diet paleo.

Misalnya seorang wanita yang mengaku punya tumor kanker payudara, kankernya menyusut setelah menjalani diet paleo. Ada lagi seorang bocah empat tahun yang menderita autisme non-verbal mampu berbicara untuk pertama kalinya setelah menghindari makanan olahan dan karbohidrat selama 10 minggu.

Baca juga: Studi Terbaru Ungkap, Pola Diet Sehat Bisa Lindungi Pendengaran

Menurut film The magic Pill, wabah penyakit kronis dan kesehatan buruk yang memengaruhi orang Yolngu dan komunitas masyarakat awal di Australia disebabkan oleh pola diet gaya barat modern.

Ahli terapi nutrisi Nora Gedgaudas yang ada di film itu mengatakan, masuknya pertanian sekitar 10.000 tahun lalu telah mendorong manusia tiba-tiba mengganti pola makan kaya karbohidrat.

Menurut Nora, tubuh kita belum berevolusi untuk menghadapi perubahan itu dan manusia harus kembali makan seperti nenek moyang paleolitik yang berburu dan meramu.

Ini artinya, manusia hanya makan sayuran segar, buah, daging tanpa lemak dan lemak sehat, dan tidak mengonsumsi makanan olahan, termasuk susu dan biji-bijian.

Terkait filosofi film The Magic Pill, Amanda Lee yang seorang ahli gizi dan kesehatan masyarakat dari The Sax Institute mengatakan, tidak masuk akal untuk menyarankan diet tradisional rendah karbohidrat.

Dia mengatakan ada ketidakcocokan antara retorika diet ketat paleo dan apa yang orang makan secara tradisional.

Meski hubungan antara kesehatan dan diet tidak terbantahkan, ada banyak faktor kompleks yang berkontribusi pada hasil kesehatan di komunitas Aborigin.

"Ada tantangan sosio-ekonomi kontemporer di komunitas Aborigin yang membuat sangat sulit bagi orang untuk makan makanan yang sehat," katanya.

Manny Noakes, direktur penelitian program Nutrisi dan Kesehatan di CSIRO, mengatakan meskipun ada beberapa elemen positif pada diet paleo, argumen evolusi tidak valid.

"Untuk mengatakan bahwa tubuh kita belum beradaptasi dari waktu ke waktu, menunjukkan kurangnya pemahaman tentang bagaimana tubuh kita beradaptasi. Tidak hanya melalui gen kita, tetapi apa yang kita sebut epigenome, yang sangat responsif terhadap lingkungan kita," katanya.

Biji-bijian bukan musuh, junkfood (makanan rendah nutrisi) adalah musuh

Profesor Amanda Lee juga membantah pernyataan Evans yang menyatakan biji-bijian tidak memberikan manfaat besar untuk tubuh.

"Biji-bijian utuh dalam makanan dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, membantu kita mengendalikan kenaikan berat badan kita, dan membantu mengendalikan diabetes," katanya.

"Yang paling penting adalah kita makan berbagai makanan sehat, dan bahwa kita memiliki asupan makanan pelindung yang memadai," katanya.

"Masalahnya, banyak makanan tidak sehat yang dengan mudah dijangkau dan diakses masyarakat. Contohnya junkfood," imbuhnya.

Selain itu, prof Lee juga mengatakan Panduan Diet Australia mendukung asupan moderat lemak baik. Sumber lemak baik yang dimaksudnya didapat dari minyak zaitun, bikji-bijian dan kacang-kacangan, minyak ikan, juga alpukat.

Baca juga: Studi: Diet Puasa Selama 24 Jam Bantu Tingkatkan Metabolisme

Diet 'keto' tinggi lemak adalah pendekatan yang drastis

Film dokumenter ini melihat serangkaian orang dengan berbagai kondisi medis, termasuk asma, diabetes dan autisme, mengadopsi diet ketogenik yang sangat rendah karbohidrat, tinggi lemak, dalam upaya untuk menyembuhkan penyakit.

Gagasan di balik diet ketogenik adalah mengganti asupan karbohidrat dengan lemak untuk menciptakan energi.

Dengan menurunkan asupan karbohidrat secara drastis, tubuh didorong ke keadaan metabolik yang dikenal sebagai ketosis. Di mana tubuh keton diproduksi oleh hati dari lemak dan digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk menghasilkan energi bagi tubuh.

Dalam film tersebut, ahli saraf David Perlmutter mengatakan, berada dalam keadaan ketosis yang ringan benar-benar dianjurkan.

Tapi Profesor Noakes mengatakan diet ketogenik hanya boleh digunakan untuk mengobati kondisi medis tertentu dan harus dilakukan di bawah pengawasan ahli kesehatan profesional.

"Bukan tidak mungkin untuk menjadi kurang gizi dengan pola makan seperti itu jika tidak dilakukan dengan benar," kata Noakes.

Diet bersifat melindungi tetapi bukan pil ajaib

Jadi, bagaimana dengan gambaran dokumenter tentang diet ketogenik sebagai pengobatan untuk diabetes, autisme dan bahkan kanker?

"Dalam literatur ilmiah, diet ketogenik digunakan secara terapeutik dalam beberapa kondisi, tetapi jumlah yang sangat terbatas," kata Profesor Noakes.

Diet ini pertama kali dikembangkan sebagai pengobatan untuk epilepsi pada 1920-an dan terbukti efektif dalam mengurangi frekuensi dan keparahan kejang pada pasien dengan epilepsi berat.

Namun, masih belum jelas apakah diet ini dapat digunakan untuk mengobati gangguan autisme.

"Ada beberapa data laboratorium yang menggembirakan tentang diet ketogenik dan autisme, tetapi itu hanya satu studi klinis dan tidak cukup untuk membuktikan manfaatnya," imbuhnya.

Untuk diabetes dan berbagai penyakit, Profesor Noakes mengatakan diet sehat dapat mengatasinya.

"Diet rendah karbohidrat bisa efektif menangani diabetes. Tapi tidak harus dengan diet ketogenik," katanya.

Baca juga: Diet Vegetarian Diklaim Bisa Kurangi Risiko Kematian Dini

Gula dan kanker

Dalam film itu diceritakan seorang wanita bernama Sara yang mengidap tumor kanker payudara dan kankernya menyusut setelah ia melakukan diet ketogenik ketat.

Darren Saunders, seorang ahli biologi kanker dan profesor kedokteran di Universitas New South Wales mengatakan, film ini kurang menyajikan cerita seutuhnya.

"Kita tidak bisa berdebat dengan cerita wanita itu, dia mengatakan itu adalah apa yang terjadi. Tapi tidak ada bukti yang saya lihat bahwa hanya dengan diet ketogenik dapat menyembuhkan segala bentuk kanker," kata Saunders.

"Beberapa sel tumor bergantung pada gula, beberapa sel tumor bergantung pada lemak, sebagian bergantung pada asam amino, dan mereka sangat mudah beradaptasi dalam cara mereka menggunakan bahan bakar metabolik," katanya.

"Gagasan sederhana bahwa Anda bisa berhenti memasukkan gula ke seseorang dan akan membuat kanker kelaparan benar-benar salah," tegasnya.

Dr Saunders mengatakan ada penelitian yang saat ini sedang berlangsung dalam penggunaan diet ketogenik sebagai terapi tambahan dalam pengobatan kanker. Namun dia mengatakan dokumenter itu tidak membuat perbedaan ini jelas.

"Pesan yang dibawa oleh sebagian besar orang dari menonton film ini adalah Anda dapat menggunakan diet untuk menyembuhkan kanker Anda, dan Anda tidak perlu menjalani kemoterapi dan hal-hal lain," katanya.

"Yang benar adalah Anda dapat mengubah risiko terkena kanker dengan memodifikasi diet, tetapi itu tidak sama dengan mencoba mengobati kanker dengan memodifikasi diet Anda," tegasnya.

Baca juga: Temuan Baru, Teh Buah dan Minuman Diet Bikin Gigi Makin Sensitif

Sanggahan Evans

Dalam sebuah pernyataan kepada ABC, Evans mengatakan pihaknya menganjurkan kepada penonton untuk tetap berkonsultasi dengan ahli kesehatan.

"Selain makanan, olahraga, tidur, sinar matahari, meditasi, dan faktor gaya hidup lain juga memainkan peran penting dalam mencapai kesehatan yang lebih baik," kata Evans.

Peringatan ini kemudian diikuti oleh kutipan dari bapak kedokteran Yunani kuno Hippocrates, alam adalah obat terbaik penyembuh penyakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau