Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Orang Sukses Nekat Mengakhiri Hidupnya? Ini Penjelasan Ahli

Kompas.com - 10/06/2018, 12:05 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berita tentang meninggalnya desainer Kate Spade dan koki AS, Anthony Bourdain beberapa hari belakangan membuat banyak orang kaget. Apalagi kedua tokoh tersebut adalah tokoh tersebut dilaporkan meninggal akibat bunuh diri.

Ini menimbulkan pertanyaan, mengapa orang yang sukses berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri?

Salah satu pemicu ide bunuh diri adalah gangguan depresi. Gangguan depresi bisa terjadi pada semua orang tanpa melihat status sosial dan ekonomi mereka.

Salah satu gejalanya adalah muncul ide untuk mengakhiri hidup. Perasaan putus asa, sedih dan cemas yang terlalu lama merupakan salah satu gejala gangguan depresi.

Menurut dr. Andri SpKj, psikiater dari Omni Hospital Alam Sutera, depresi sering dikaitkan dengan perilaku bunuh diri atau tindakan mengakhir hidup seseorang.

Hal ini sangat ditentukan oleh banyak faktor juga, seperti kondisi sosial, psikologi dan biologis.

"Dalam kasus Anthony Baurdain, saya sih tidak tahu apakah bunuh dirinya karena depresi atau tidak. Namun, kebanyakan kasus depresi sering dikaitkan dengan bunuh diri dan salah satu gejala depresi adalah munculnya ide untuk mengakhiri hidup," katanya kepada Kompas.com, Jumat (8/6/2018).

"Bisa jadi seseorang yang terkenal atau kaya raya, tidak siap menghadapi tekanan dari ketenaran atau status sosial mereka. Tekanan yang tidak dapat ditangani dengan baik akhirnya memicu gangguan depresi," katanya.

Baca Juga: Bagaimana Cara Mendeteksi Orang yang Ingin Bunuh Diri?

Menurut Andri, gangguan depresi terjadi ketika ada ketidakseimbangan dalam sistem monoamin di dalam otak kita.

"Salah satu faktor penyebab depresi adalah terjadi penurunan fungsi sistem serotonin, dopamin dan norepinefrin di otak. Tiga hal ini termasuk dalam sistem monoamin yang berperan dalam sistem neurotransmitter. Kalau dilihat dari struktur biologi, depresi juga terkait dengan bagian otak kita, hippocampus," katanya. 

"Jadi, secara ilmiah faktor depresi bisa ditemukan dan penanganan melalui obat sangat membantu bagi pasien dengan gangguan depresi," tambahnya. 

Sebetulnya, gangguan depresi bisa ditangani sejak dini, namun stigma masyarakat sering menjadi penghambat.

"Namun sayangnya, stigma masyarakat sering membuat banyak pasien malu untuk datang ke psikiater atau psikolog dan ini menghambat deteksi awal gangguan depresi dengan baik," katanya.

Menurut Andri, baik tidaknya kemampuan seseorang untuk mengolah pikiran dan perasaan juga bisa menjadi faktor munculnya gangguan depresi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau