Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahasa Gado-gado, Lepas Sejenak dari Norma dan Tabu yang Mengekang

Kompas.com - 09/06/2018, 20:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Editor

Sumber

Oleh *

KOMPAS.com - Gado-gado merupakan salah satu makanan kebanggaan masyarakat Indonesia. Namun, sebagai ragam bahasa, yakni bahasa gado-gado, penerimaannya tidak demikian hangat.

Bahasa gado-gado adalah sebutan yang memberi stigma bagi ragam bahasa dan juga penuturnya. “Gado-gado” dalam bahasa gado-gado menunjuk pada ketercampuran bahasa Indonesia dengan bahasa lain, utamanya bahasa Inggris.

Sebenarnya percampuran bahasa, misalnya dengan bahasa daerah pun bisa disebut sebagai bahasa gado-gado. Namun, kebanyakan masyarakat Indonesia menyoroti dan mengkritisi keberadaan bahasa Inggris dalam bahasa gado-gado.

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, artis Cinta Laura, dan Agnez Mo adalah beberapa penutur bahasa gado-gado yang kerap kali kita dengar dan mendapat kecaman dari beberapa masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, mereka dihakimi secara tidak adil, dan seringnya tanpa data.

Ini juga mengindikasi bahwa, saat bahasa gado-gado digunakan dalam percakapan atau wacana lain, banyak dari kita secara otomatis melakukan kontekstualisasi politik identitas yang menghubungkan rasa kebangsaan dan ragam bahasa yang dipilih.

Namun, dalam penelitian saya, bahasa gado-gado, jika digunakan dalam perpaduan yang baik secara tata bahasa, ternyata memainkan fungsi perlawanan terhadap pengekangan kebebasan berekspresi mengenai hal-hal yang tabu dan di luar norma sosial budaya yang dominan di Indonesia.

Dalam penelitian saya, yang belum lama ini terbit di World Englishes saya mempelajari beberapa novel yang diterbitkan antara 2004-2011 atau setelah era Orde baru. Selain itu saya juga meneliti film. Bahasa gado-gado banyak ditemukan di dalam produk budaya populer tersebut.

Hasil penelitian saya mengungkapkan bahwa salah satu fungsi bahasa gado-gado terkait dengan perayaan kebebasan setelah runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Bahasa gado-gado membantu para penutur menyampaikan hal-hal non-normatif, kepribadian yang modern, dengan lebih terbuka, dan lebih positif.

Memakai bahasa Inggris = jati diri bangsa memudar?

Ketika orang Indonesia menggunakan bahasa gado-gado, mereka menggunakan struktur bahasa Indonesia dengan memasukkan kata-kata bahasa Inggris dalam kalimat atau antarkalimat.

Dalam dunia linguistik, percampuran bahasa ini biasanya disebut sebagai code-switching. Namun, dalam studi saya, bahasa gado-gado saya tujukan hanya untuk percampuran bahasa Indonesia (dan variasinya) dan bahasa Inggris.

Penutur bahasa gado-gado biasanya dituduh telah kehilangan jati diri sebagai orang Indonesia, angkuh atau senang pamer, sampai tidak mampu berbahasa Inggris dengan benar, sehingga diberikan julukan “kebarat-baratan atau keinggris-inggrisan,” seperti yang diungkapkan oleh beberapa ahli bahasa.

Jika kita kaji lagi, tuduhan ini semuanya berkaitan dengan keberadaan bahasa Inggris yang buat sebagian besar masyarakat Indonesia memang masih merupakan bahasa asing.

Tuduhan ini juga membenturkan penggunaan atau pemilihan bahasa dengan identitas penutur sebagai orang Indonesia.

Dengan semangat etnosentris, untuk kebanyakan orang Indonesia, berbahasa Indonesia erat kaitannya dengan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Penggunaan bahasa Inggris di dalam wacana seolah membuat jati diri kita sebagai bangsa Indonesia memudar.

Bahasa Indonesia terkait erat dengan pembentukan bangsa

Pembentukan jati diri kita sebagai bangsa dan orang Indonesia erat kaitannya dengan keberadaan bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia.

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com