KOMPAS.com — Angka terbaru menunjukkan 48 persen biksu di Thailand mengalami obesitas dan lebih dari 10 persen menderita diabetes.
"Banyak biksu yang mengalami obesitas atau memiliki masalah dengan lutut dan kaki mereka," kata Phra Sajjayanoe.
"Beberapa biarawan menderita diabetes dan kakinya diamputasi. Jadi mereka tidak bisa berjalan," imbuhnya.
Baca juga: Minuman Manis Tak Hanya Sebabkan Obesitas, Bahayanya sampai Kematian
Ketika para peneliti mendalami kebiasaan diet para biksu, mereka awalnya bingung.
Mereka menemukan total asupan kalori para biksu hampir sama dengan jumlah kalori laki-laki dewasa di Thailand.
"Saat kami lebih mendalami kasus ini, kami kaget. Masalahnya ada pada minuman biksu," kata ahli nutrisi Jongjit Angkatavanich dari Departemen Nutrisi dan Diet Universitas Chulalongkorn.
Para biksu dilarang makan setelah tengah hari. Sebagai gantinya, banyak dari mereka yang mengonsumsi minuman manis untuk tetap bertenaga.
"Dalam agama Buddha kita menyebutnya panna, terminologi pali untuk minuman yang diizinkan bagi para biksu untuk dikonsumsi setelah tengah hari," kata Jongjit.
"Tapi, sekarang ini, jenis minuman yang diberikan kepada para biksu sudah berubah, mulai dari soda dan minuman manis lainnya," imbuhnya.
Kualitas makanan sumbangan
Masalah lain, kata Jongit, adalah kualitas makanan yang disumbangkan kepada para biksu.
Secara tradisional, para biksu dan samanera meninggalkan kuil menjelang fajar dan menyusuri jalanan menerima makanan dengan mangkuk khusus.
Dukungan masyarakat terhadap kuil lokal tumbuh subur, bahkan di ibu kota.
"Saya biasanya memberi saus pedas dan sayuran, tapi bukan kari atau makanan berminyak," kata Somwong Palakawong sambil mengaduk sendok kembang kol dan brokoli ke dalam kantong plastik kecil dan menuangnya ke dalam mangkuk para biarawan.
"Saya tidak akan memberi pencuci mulut yang manis karena itu akan membuat mereka gemuk," kata Somwong.