Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/05/2018, 18:07 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

Sumber BBC

KOMPAS.com - Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan tiga ngarai raksasa atau "giant canyon" di bawah es di Kutub Selatan.

Palung dalam tersebut sepanjang ratusan kilometer ini memotong melalui pengunungan tinggi. Palung tersbeut juga tidak terlihat di daerah di permukaan bersalju di Antartika.

Dr Kate Winter dari Northumbria University, Inggris menemukan tiga ngarai raksasa tersebut dengan radar.

Dr Winter dan timnya mengatakan, ngarai tersebut memainkan peran penting dalam pengendalian aliran es di benua putih itu.

Ketika Antartika menipiskan karena iklim yang menghangat, seperti yang diduga oleh para ilmuwan, maka saluran-saluran ini dapat mempercepat massa menuju lautan. Hal ini selanjutnya meningkatkan permukaan laut.

"Palung-palung ini menyalurkan es dari pusat benua, membawanya ke arah pantai," jelas Dr Winter dikutip dari BBC, Kamis (24/05/2018).

"Oleh karena itu, jika kondisi iklim berubah di Antartika, kita mungkin berharap es di palung ini mengalir lebih cepat ke arah laut. Itu membuat keberadaannya benar-benar penting, dan kita tidak tahu bahwa ngarai ini ada sebelum sekarang," katanya.

Ngarai tersbesar yang ditemukan diberi nama Foundation Trough. Ngarai ini punya panjang sekitar 350 kilometer dengan lebar 35 kilometer.

Dengan kata lain, ngarai ini sepanjang jarak antara Jakarta ke kota Pekalongan melalui tol Cipali.

Sedangkan dua ngarai lainnya diberi nama masing-masing the Patuxent Trough dan the Offset Rift Basin.

Baca juga: Antartika Panen Sayur untuk Pertama Kalinya

Ngarai yang pertama disebut punya panjang 300 km dan lebar 15 km. Sedangkan ngarai lain dengan panjang 150 km dengan lebar 30 km.

Ketiga ngarai tersebut berada di bawah dan melewati apa yang disebut dengan "ice divide". Ice divide sendiri adalah pegunungan es tinggi yang mmebentang dari arah Kutub Selatan ke arah pantai Antartika Barat.

Pegunungan tersebut juga bisa dianggap sebagai area aliran sungai. Itu karena es mengalir di kedua sisinya menuju ke Laut Weddell di timur dan Laut Ross di barat.

Temuan ini kemudian dimasukkan dalam sebuah permodelan komputer untuk membuat simulasi skenario dampak pemanasan global di masa mendatang.

Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa ngarai-ngarai ini dan gunung-gunung di sekitarnya mungkin akan bertindak sebagai "rem" pada es yang akan mengalir dari arah timur benua ke barat.

"Orang-orang menyebut daerah ini sebagai penghambat," kata anggota tim Dr Tom Jordan dari British Antarctic Survey (BAS).

"Pemikirannya adalah jika Lapisan Es Antartika Barat runtuh maka es bisa membanjiri dari timur. Tapi gunung-gunung yang kami temukan secara efektif menempatkan sumbatan di kemacetan itu," imbuhnya

Studi baru, yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters ini merupakan hasil pertama yang keluar dari proyek PolarGAP.

Temuan dalam makalah Dr Winter ini berasal dari radar penembus es di udara. Mulanya, ini akan menggambarkan lapisan, ketebalan total lapisan es, dan memetakan bentuk batuan dasarnya.

"Hebatnya, wilayah Kutub Selatan adalah salah satu perbatasan paling dipahami di seluruh Antartika," kata peneliti utama PolarGAP, Dr Fausto Ferraccioli.

Baca juga: Terhalang Lapisan Es, Ekspedisi Dunia Tersembunyi Antartika Gagal

"Data aerogeofisik baru kami ini akan... memungkinkan penelitian baru ke dalam proses geologis yang menciptakan pegunungan dan cekungan sebelum lapisan es Antartika itu sendiri lahir," tambahnya.

Ada kemungkinan palung yang terdeteksi di bawah lapisan es hari ini terbentuk selama periode glasial sebelumnya ketika es di benua itu dikonfigurasi dengan cara yang sangat berbeda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com