KOMPAS.com — Demi menyelesaikan pekerjaan atau tugas, banyak orang rela melek hingga dini hari bahkan ada juga yang sanggup tidak tidur sampai beberapa hari.
Terjaga dalam beberapa hari sering dikaitkan dengan menurunnya fungsi kesehatan. Bahkan, ada mitos mengerikan yang mengatakan tidak tidur dalam waktu lama berisiko pada kematian dini. Benarkah demikian?
Faktanya, kurang tidur memang mengganggu kesehatan. Namun, hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang mengungkap manusia dapat meninggal lantaran kurang tidur.
Baca juga: Bukti Baru, Begadang Tingkatkan Risiko Kematian Dini
Psikiater asal Universitas Stanford, William C Dement, 50 tahun lalu meneliti seorang remaja berusia 17 tahun yang sama sekali tidak tidur selama 264 jam atau 11 hari. Remaja itu bernama Randy Gardner.
Selain memecahkan rekor terjaga paling lama di dunia, Gardner adalah bukti terjaga dalam beberapa hari tidak akan membuat seseorang meninggal dunia.
Selama Gardner melakukan aksinya, Dement merekam aktivitas otaknya.
Dilansir Science Alert, Senin (21/5/2018), dampak kurang tidur pada Gardner mulai terlihat pada hari ketiga percobaan. Ia mulai murung dan kehilangan koordinasi. Sedikit demi sedikit indranya mengalami penurunan fungsi, termasuk hidung.
Efeknya makin berat pada hari kelima. Ia mulai berhalusinasi dan seperti bermimpi.
Analisis menunjukkan otak Gardner tidak sepenuhnya terjaga seperti yang terlihat. Dement melaporkan ada beberapa bagian otak yang berhenti bekerja seperti saat sedang tidur siang.
Kendati terjadi perubahan dalam sistem tubuh dan otak Gardner, Dement belum menemukan tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kesehatan jangka panjang Gardner berada dalam bahaya. Nyatanya, Gardner kini tetap hidup sehat dan bugar di usia 68 tahun.
Dampaknya kontras dengan hewan
Hal ini sangat kontras dengan penelitian sebelumnya yang melibatkan hewan.
Pada 1898, dua ahli fisiologi Italia membuat anjing tetap terjaga dengan terus berjalan selama beberapa minggu. Hal ini terus dilakukan sampai anjing itu mati secara tragis karena degradasi berbagai saraf di otak dan sumsum tulang belakang.
Percobaan serupa pada tikus juga menunjukkan bahwa kurang tidur mematikan.
Terkait perbedaan ini, manusia mungkin telah mengembangkan trik neurologis yang mirip dengan beberapa burung dan mamalia air, yakni kemampuan untuk mematikan bagian otak tertentu agar aman saat sedang terjaga.