"Ingat lho, Merapi itu salah satu laboratorium alam, banyak penelitian di sana," katanya.
Menurut Surono, Merapi adalah gunung api yang dipantau dengan teknologi yang canggih.
"Mungkin tercanggih di dunia, di luar Amerika dan Jepang," katanya.
Baca juga: Ketinggian Erupsi Freatik Merapi Capai 5.500 Meter
Dia juga mencontohkan peringatan yang diberikan seperti orangtua yang memperingatkan anaknya yang hendak pergi ketika melihat langit mendung.
"Ya, tolonglah bawa payung. Kenapa? Ya, kalau hujan bisa dipakai, kalau tidak ya tidak masalah," ujarnya.
"Yang penting ada kesiapsiagaan dan ada warning tadi," tegasnya.
Menurutnya, kalau tidak ada peringatan tapi tiba-tiba ada kejadian, masyarakat sesiap apapun pasti limbung.
"Justru peralatan gunung api dipasang bukan untuk sekedar riset atau gaya-gayaan, tapi lebih dari itu, pesan dari Merapi melalui alat tersebut bisa disampaikan kepada masyarakat agar bisa diantisipasi," katanya.
Surono juga menjelaskan bahwa dalam menjalani profesi harus disertai dengan kecintaan atau passion.
Dengan rasa cinta, perubahan sekecil apapun, bisa teramati. Dalam hal ini, ketika terjadi perubahan pada Merapi bisa dicermati untuk menentukan status peringatan yang diberikan pada masyarakat.
"Kalau tidak ada passion, tidak ada cinta, ya sulit. Apalagi kalau dirasa terpaksa," katanya.
"Harus ada passion, ada curiosity setiap gejala skecil apapun. Memantau gunung api kan bukan untuk gunung api atau ahlinya, tapi untuk masyarakat,"
Pemantauan gunung api subyeknya adalah untuk masyarakat.
"Kalau tidak ada manusianya, mau meletus berapa kali sehari tidak masalah," ujarnya.
Merapi selalu jujur, pasti punya tanda-tanda.
"Saya bahkan selalu mengatakan Merapi itu selalu menepati janji, selalu memberi dan tidak pernah meminta kembali," ujarnya
"Kejujuran Merapi itu pasti," tegasnya.
Untuk itu, Surono menyebut bahwa ahli vulkanologi perlu lebih memperhatikan detail atau tanda sekecil apapun pada gunung api tersebut.
Baca juga: Gunung Merapi Erupsi, Warga Diimbau Tetap Tenang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.