Angka ini melonjak drastis dibandingkan data pada dekade 2000-an. Pada tahun 2001, jumlah penderita obesitas anak di Indonesia hanya sebesar 2 persen, dan meningkat menjadi 5 persen pada 2004, dan melonjak tajam menjadi 11 persen pada 2007 lalu.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2013 juga menunjukan lonjakan penderita obesitas anak di Indonesia terjadi hampir di semua kelas sosial. Dimana selisih persentase penderita obesitas pada keluarga kaya (15 persen dan keluarga miskin (12 persen) hanya 3 persen.
Dr Samuel Oetoro mengatakan tren peningkatan kasus obesitas pada anak dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat di dalam keluarga.
“Ini gara-gara pola hidup. Ekonomi meningkat, otomatis daya beli meningkat, kemampuan orang tua untuk membelikan makanan bagi anaknya juga turut meningkat, dan mal juga tambah banyak, restoran banyak dan mayoritas junk food, anak jadi tergoda.” ungkapnya.
Cegah anak kegemukan
Dr Samuel Oetoro menambahkan, meski saat sudah banyak metode yang bisa dilakukan untuk mengatasi obesitas, tetap saja pencegahan merupakan cara yang paling ampuh untuk mengatasinya. Ia menekankan pentingnya peran orangtua.
“Saya tekankan yang penting bagi anak-anak cegah jangan sampai dia kegemukan. Jangan biasakan anak makan berlebihan, kedua jangan makan atau minum yang manis berlebihan seperti soft drink, junk food, karena anak sangat mudah timbul ketagihan dan obesitas itu erat kaitannya dengan unsur adiksi atau kecanduan.”
Ia juga meminta masyarakat meninggalkan anggapan anak gemuk itu sehat atau menggemaskan.
“Anggapan yang seperti itu sudahlah tingalkan, jaman dulu waktu negara masih susah kekurangan, banyak orang kurang gizi sehingga melihat anak gemuk itu sehat. Zaman sekarang, gemuk atau kelebihan berat badan itu penyakit.”
Selain pada anak, jumlah kasus obesitas di kalangan warga dewasa juga meningkat. Data pemantauan status Gizi Kementerian Kesehatan menunjukan pada tahun 2017 lalu, sebanyak 25,8 persen atau lebih dari seperempat warga Indonesia mengalami obesitas.
Data menunjukkan tingkat kemakmuran menjadi salah satu pemicu, selain faktor genetik yang sulit dihindari.
Baca juga: Puasa Berkala dan Protein Rekayasa Bantu Lawan Obesitas