Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Arya Permana, Anak Tergemuk di Dunia, yang Beratnya Turun 83 Kg

Kompas.com - 02/05/2018, 09:46 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Editor

KOMPAS.com — Arya Permana, yang dinobatkan sebagai anak paling gemuk di dunia asal Karawang, Jawa Barat, berhasil menurunkan berat badannya hingga 83 kilogram. Kisah Arya menekankan catatan pentingnya mencegah kegemukan pada anak.

Sosok Arya Permana, anak laki-laki asal Desa Cipurwasari, Karawang, saat ini amat jauh berbeda dibandingkan kondisinya satu tahun yang lalu.

Ketika itu, Arya tidak bisa banyak bergerak dan hanya bisa berbaring di lantai rumahnya lantaran memiliki bobot tubuh hingga 192 kilogram. Media dari dalam dan luar negeri bahkan menyebut Arya sebagai anak paling gemuk sedunia.

Namun, kini berat Arya Permana sudah berkurang 83 kilogram menjadi tinggal 109 kilogram saja. Penurunan ini sukses dilakukan Arya hanya dalam waktu 1 tahun. Arya mengaku senang bisa bebas beraktivitas.

Semua aktivitas tersebut merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan Arya saat bobot tubuhnya masih 192 kilogram. Ketika itu, bahkan untuk melakukan lebih dari 10 langkah saja ia sudah tidak mampu.

Arya mengatakan, penurunan drastis berat badannya ini terjadi sejak dia menjalani operasi Bariatrik pada April lalu.

“Berat saya turun drastis sejak operasi Bariatrik di RS Omni Alam Sutera, Tangerang. Lambung saya ‘dikecilin’ sejak itu nafsu makan saya berkurang dan saya makan enam sendok saja sudah kenyang,” Imbuh Arya, yang kini duduk di kelas V Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cipurwasari, Karawang.

Baca juga: Bak Lingkaran Setan, Obesitas Bikin Indera Perasa Tumpul

Hingga kini, Arya mengaku masih dalam pemantauan tim dokter yang mengharuskannya menjalani diet ketat dengan menghindari minuman manis dan mengonsumsi makanan sehat. Arya bertekad untuk menurunkan berat badannya hingga di bawah 60 kg.

“Saya cuma dilarang minum yang manis-manis terutama minuman dalam kemasan dan harus rajin olahraga serta banyak makan buah-buahan,” tuturnya.

Dokter Samuel Oetoro, Spesialis Gizi Klinik dari MRCCC Siloam Hospitals, Jakarta, mengatakan, operasi bariatrik atau teknik operasi pengecilan dan bypass lambung memang menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi kasus severe obesity atau obesitas parah seperti dalam kasus Arya.

“Bobot tubuh Arya yang 192 kg itu memang sudah jadi indikasi perlu dilakukan operasi bariatrik. Sebab, metode yang lain sudah tidak bisa dilakukan, menahan asupan makanan  sudah tidak bisa, berolahraga juga tidak akan banyak berpengaruh. Jadi memang harus dikecilkan lambungnya agar nafsu makannya bisa ditekan dan tidak perlu asupan makan yang banyak,” Kata dr Samuel Oetoro.

Meski efektif, dokter Samuel Oetoro mengingatkan disiplin untuk mengubah perilaku makan menjadi faktor yang sangat penting pascamelakukan operasi.

Obesitas anak meningkat

Kasus Arya mengingatkan betapa seriusnya masalah obesitas pada anak di Indonesia. Apalagi, tidak lama berselang, diketahui juga ada anak yang menderita obesitas parah lainnya, yakni Rizki Rahmat Ramadhan dari Palembang, Sumatera Selatan, yang memiliki bobot tubuh 119 kilogram pada usia 10 tahun.

Data dari World Health Organization (WHO) pada 2013 mencatat, persentase obesitas anak di Indonesia termasuk yang tertinggi di ASEAN. Data itu menyebutkan hampir 12 persen anak Indonesia mengalami obesitas.

Baca juga: Minuman Manis Tak Hanya Sebabkan Obesitas, Bahayanya sampai Kematian

Angka ini melonjak drastis dibandingkan data pada dekade 2000-an. Pada tahun 2001, jumlah penderita obesitas anak di Indonesia hanya sebesar 2 persen, dan meningkat menjadi 5 persen pada 2004, dan melonjak tajam menjadi 11 persen pada 2007 lalu.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2013 juga menunjukan lonjakan penderita obesitas anak di Indonesia terjadi hampir di semua kelas sosial. Dimana selisih persentase penderita obesitas pada keluarga kaya (15 persen dan keluarga miskin (12 persen) hanya 3 persen.

Dr Samuel Oetoro mengatakan tren peningkatan kasus obesitas pada anak dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat di dalam keluarga.

“Ini gara-gara pola hidup. Ekonomi meningkat, otomatis daya beli meningkat, kemampuan orang tua untuk membelikan makanan bagi anaknya juga turut meningkat, dan mal juga tambah banyak, restoran banyak dan mayoritas junk food, anak jadi tergoda.” ungkapnya.
Cegah anak kegemukan

Dr Samuel Oetoro menambahkan, meski saat sudah banyak metode yang bisa dilakukan untuk mengatasi obesitas, tetap saja pencegahan merupakan cara yang paling ampuh untuk mengatasinya. Ia menekankan pentingnya peran orangtua.

“Saya tekankan yang penting bagi anak-anak cegah jangan sampai dia kegemukan. Jangan biasakan anak makan berlebihan, kedua jangan makan atau minum yang manis berlebihan seperti soft drink, junk food, karena anak sangat mudah timbul ketagihan dan obesitas itu erat kaitannya dengan unsur adiksi atau kecanduan.”

Ia juga meminta masyarakat meninggalkan anggapan anak gemuk itu sehat atau menggemaskan.

“Anggapan yang seperti itu sudahlah tingalkan, jaman dulu waktu negara masih susah kekurangan, banyak orang kurang gizi sehingga melihat anak gemuk itu sehat. Zaman sekarang, gemuk atau kelebihan berat badan itu penyakit.”

Selain pada anak, jumlah kasus obesitas di kalangan warga dewasa juga meningkat. Data pemantauan status Gizi Kementerian Kesehatan menunjukan pada tahun 2017 lalu, sebanyak 25,8 persen atau lebih dari seperempat warga Indonesia mengalami obesitas.

Data menunjukkan tingkat kemakmuran menjadi salah satu pemicu, selain faktor genetik yang sulit dihindari.

Baca juga: Puasa Berkala dan Protein Rekayasa Bantu Lawan Obesitas


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com