Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membesuk Fransiska, Mendengar Misi Besar Dapat KIS dan Temui Presiden

Kompas.com - 18/04/2018, 12:09 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

“Kami tidak punya motor, naik ojek ke sana atau menumpang angkot yang harus menunggu setengah jam sekali dan tidak beroperasi sampai sore,” kenang  Nikolaus.

Karena rumah sakit tidak mempunya sarana prasana memadai, akhirnya Fransiska dirujuk ke Rumah Sakit Ende menggunakan ambulans.

“Kami harus menempuh jarak sekitar 84 kilometer untuk memeroleh pengobatan layak,” kata Nikolaus.

Di Ende, Fransiska menjalani rawat inap selama lima hari. Ia lalu dipulangkan sebab telah dianggap sembuh. Indikatornya, sudah bisa buang air.

Baca juga : Cerita Ruslan Menuai Keuntungan dari Pertanian Tanpa Bakar

“Dokter sempat sedot perut saya yang bengkak. Cairan tidak keluar tapi darah yang terpancar. Dokter di sana takut dan sempat menyerah karena alat terbatas,” kata Fransiska meratapi.

Tindakan medis seperti operasi juga tidak dilakukan lantaran kendala alat dan ketersediaan dokter di sana.

Di NTT memang ada rumah sakit swasta yang memiliki fasilitas kesehatan memadai tapi tidak menanggung KIS.

Keduanya saat itu juga belum memiliki KIS padahal tergolong warga tidak mampu. Fransiska menambahkan, selama di Ende ia dirawat bersama 10 pasien lain dalam satu kamar.

Untuk biaya pengobatan, Nikolaus mengaku harus menyediakan uang setidaknya Rp 400 ribu setiap kali berobat. Uang tersebut untuk ongkos dan biaya hidup selama bolak-balik ke rumah sakit termasuk menebus obat seharga 30 ribu untuk empat butir.

Untuk hidup sehari-hari, pasangan ini hanya mengandalkan Nikolaus sebagai buruh penggarap lahan yang hanya berupah sekitar Rp 20 ribu hingga 50 ribu per hari.

Selama di Ende, Fransiska hanya diberi obat dan infus. Padahal hasil diagnosis menyatakan bahwa Fransiska mengidap hepatitis B, infeksi saluran kencing, dan kanker payudara.

Tiga hari dipulangkan, Fransiska masih saja menderita mual, susah makan dan minum yang berdampak pada sulitnya berak dan kencing.

Nikolaus mengatakan, istrinya sempat ditangani dengan pengobatan tradisional. Perut sang istri dibalur dengan daun-daunan, diharuskan meminum ramuan semacam jamu.

Nikolaus berkata bahwa empat tetangganya meregang nyawa akibat penyakit misterius yang gejalanya mirip dengan istrinya.

"Saya tidak ingin istri saya jadi korban berikutnya hanya gara-gara tidak punya uang dan Kartu Indonesia Sehat,” tegas Nikolaus.

Keberangkatan ke Jakarta

Senin (9/4/2018).Nikolaus berangkat ke jakarta. Uang saku ke Jakarta termasuk untuk membeli tiket dan kebutuhan makan diperoleh dari hasil menjual dua babi. Masing-masing babi dihargai Rp 2 juta dan Rp 2,5 juta.

“Kami tidak meminta pertimbangan siapa-siapa, tidak kabar-kabar ke tetangga, tidak disuruh siapa-siapa, cuma ingin istri saya sembuh. Sebab, di NTT belum ada alat yang bisa mengobati istri saya,” ujar Nikolaus.

Baca juga : Kena Penyakit Langka, Tulang-tulang Perempuan Ini Lenyap

Jakarta, bukan tujuan pertama yang mereka datangi. Mereka sempat transit dulu ke Rumah Sakit Dr.Soetomo di Surabaya.

Namun keberuntungan belum berpihak kepada mereka. Padahal mereka telah terombang-ambing di kapal Niki Sejahtera selama 36 jam untuk mencapai daratan Surabaya.

“Kami ditolak di sana, tidak bisa gratis. Karena tidak punya KIS. Untuk tes darah saja harus bayar Rp 400 ribu rupiah,” ungkap Nikolaus.

Nikolaus memang hanya menunjukkan surat rujukan dari lurah yang dipakai saat membawa istrinya ke Ende dan surat keterangan tidak mampu.

Dari situ, makin bulat tekadnya untuk menemui Presiden Joko Widodo. Menurutnya sebagai masyarakat kecil, presiden merupakan wakil dari pemerintah yang bisa memberikannya KIS sehingga istrinya bisa sembuh lewat penanganan rumah sakit di kota besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com