Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Sebut Virus Bukan Musuh Kita, Kok Bisa?

Kompas.com - 16/04/2018, 20:33 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Virus sering dikaitkan dengan penyakit atau hal buruk lainnya. Seolah virus hanya membawa keburukan bagi kehidupan di bumi.

Bahkan, dari serangan virus, spesies bisa mengalami kepunahan. Salah satu kasus yang cukup terkenal terkait hal ini adalah virus renderpest.

Ketika tentara Italia membawa beberapa ternak ke Afrika Utara pada 1887, virus tersebut menyebar ke seluruh benua. Virus ini menewakan sejumlah besar hewan berkuku belah, bahkan memusnahkan 95 persen ternak.

"(Virus) ini menginfeksi antelope, rusa kutub, dan hewan pemakan rumput besar lain di seluruh ekosistem," ungkap Peter Daszak, presiden Ecohealth Alliance dikutip dari New York Times, Jumat (13/04/2018).

Baca juga: Ilmuwan: Triliunan Virus Jatuh dari Langit Setiap Hari

Perubahan Ekologi

"Dampaknya tidak hanya pada hewan... Vegetasi juga terkena dampak dan itu memungkinkan pohon tumbuh lebih banyak di mana hewan-hewan ini biasa digembala," imbuh pria yang bekerja untuk proyek global katalog virus yang mungkin berpindah dari hewan ke manusia.

Salah satu yang paling terlihat pertumbuhannya adalah pohon akasia.

"Sebagian besar pohon akasia di daratan Afrika punay usia yang dama dan bibit mereka mulai tersebar ketika virus rinderpest pertama kali datang dan menyebabkan satwa liar mati," kata Daszak.

"Perubahan ekologi seperti ini bisa berlangsung selama berabad-abad atau bahkan ribuan tahun," sambungnya.

Meski mungkin baik bagi pohon akasia, tapi penyebaran virus ini berdampak buruk bagi manusia. Apalagi pada masa tersebut dikombinasikan dengan kekeringan.

Sejumlah besar orang meninggal akibat kelaparan. Pada 1891, diperkirakan, dua pertiga penduduk Masai yang bergantung pada ternak tewas.

"Hampir seketika, rinderpest menyapu kekayaan tropis di Afrika," tulis John Reader dalam bukunya yang berjudul Afrika: A Biography of a Continent.

Baru pada 2011, dengan vaksinasi intensif virus rinderpest benar-benar bisa dihapuskan. Bukan hanya di Afrika, tapi secara global.

Baca juga: Virus Flu Tingkatkan Risiko Serangan Jantung, Vaksin Bisa Jadi Solusi

Bukan Musuh

Hingga saat ini, virus selalu dianggap buruk. Efek menguntungkan dari virus memang jauh kurang dikenal, terutama bagi tanaman.

"Ada pertanyaan besar dalam sistem alam liar tentang apa kegunaan virus," ujar Marilyn Roossinck yang mempelajari ekologi virus pada tumbuhan di Pennsylvania State University.

"Kami tidak pernah menemukan efek merusak dari virus di alam liar," sambungnya.

Roossinck mencontohkan kegunaan virus bagi tanaman di tanah bersuhu tinggi.

Pada rumput yang ditemukan di daerah panas bumi Yellowstone, misalnya, membutuhak jamur untuk tumbuh di lingkungan ekstrem. Pada gilirannya, jamur membutuhkan virus.

Bintik-bintik kecil virus pada tanaman menghasilkan zat yang disebut quinoa. Zat ini sangat penting bagi kelangsungan hidup tanaman.

"Bintik kecil virus memberi toleransi kekeringan tetapi tidak menyebabkan penyakit," katanya.

"Ini mengubah fisiologi seluruh tanaman," tambahnya.

Dari penelitian-penelitian ini terbukti bahwa virus tak selalu merugikan. Hal ini juga diungkapkan oleg Dr Curtis Suttle dari ahli virus di University of British Columbia, Kanada.

"Virus bukan musuh kita," ungkap Dr Suttle.

"Virus jahat tertentu bisa membuat Anda sakit, tetapi penting untuk mengenali bahwa virus dan mikroba lain di luar sana benar-benar tak terpisahkan untuk ekosistem kita," tutupnya.

Baca juga: Lampu UV Ini Bisa Cegah Penyebaran Virus Flu di Ruang Publik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau