Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stroke, Terawan dan Cuci Otak, Bagaimana Masyarakat Harus Bersikap?

Kompas.com - 07/04/2018, 18:06 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Sumber

Berdasar rumor yang diperoleh Handrawan, Terawan melakukan metodenya terhadap pasien tipe "silent stroke" ini.

Baca Juga: Soal Etika yang Dilanggar Dokter Terawan, MKEK IDI Bungkam

Menyikapi kontroversi yang berkembang di masyarakat, Handrawan mengatakan bahwa ada dua hal penting, uji ilmiah dan kode etik. Sebuah inovasi baru harus melalui sejumlah tahapan pembuktian ilmiah sesuai standar yang berlaku, dan tidak hanya berpatokan pada khasiat menyembuhkan penyakit, tetapi juga keamanan bagi pasien.

Pengujian secara ilmiah terhadap zat herapin atau zat lain yang digunakan Terawan juga harus dilakukan untuk memastikan layak tidaknya zat tersebut.

Handrawan mencontohkan mekanisme lembaga FDA di Amerika Serikat yang mengawasi secara ketat peredaran obat-obatan. FDA tidak hanya berpatokan pada khasiat sebuah obat saja, tetapi juga mengawasai metode terapi yang diberikan seorang dokter.

Terkait kode etik, Handrawan menjelaskan bahwa cara pandang praktisi medis bahwa tubuh pasien bukanlah mesin merupakan patokan utama. Selain itu praktisi medis juga menjunjung tinggi nilai kepatuhan terhadap nilai etika, tunduk pada regulasi, dan taat pada prinsip moral.

Handrawan menyoroti teknik DSA yang dilakukan Terawan merupakan tindakan melanggar etika karena memasukan sesuatu zat ke dalam tubuh yang mungkin mengandung risiko dan efek tertentu. Hal tersebut mungkin tidak disadari oleh masyarakat yang kurang memahami efek kimiawi di dalam tubuh.

Terakhir, dia juga menyayangkan munculnya opini di masyarakat yang menyatakan kesembuhan setelah menjalani terapi "kuras otak" dari Terawan. Dia pun menghimbau pihak medis untuk segera turun tangan mengatasai kesalahpahaman ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com