KOMPAS.com -- Usaha manusia untuk menebus kerusakan pada alam dengan cara melakukan pemulihan ekosistem atau mengenalkan kembali hewan yang mungkin sudah punah secara aktif patut dihargai.
Namun, sejumlah ilmuwan dari berbagai negara menunjukkan bahwa program pemulihan ekosistem ternyata sulit memulihkan alam yang sudah rusak ke kondisi alaminya.
Indikasi tersebut menunjukkan bahwa cara terbaik untuk menyelamatkan alam mungkin adalah dengan membiarkan bumi memperbaiki kerusakannya secara alami.
Sementara itu, manusia berfokus untuk menjaga keutuhan alam yang masih ada, misalnya dengan mencegah penggundulan hutan, tumpahan minyak mentah, mencegah kerusakan lahan pertanian dan penebangan kayu ilegal.
Baca Juga: Kebakaran Hutan saat Asian Games 2018 Perlu Diantisipasi
Konklusi yang terbit di Proceedings of the Royal Society B, Rabu (28/2/2018) itu ditemukan setelah tim peneliti yang terdiri dari Holly P Jones dan kolega menganalisis data dari 400 penelitian yang membahas tentang konservasi alam.
Dilansir dari Sciencealert, Sabtu (3/3/2018), para peneliti mendapati bahwa mencegah kerusakan, seperti menghentikan penggundulan hutan, ternyata memiliki efek yang mirip dengan pemulihan secara aktif.
Namun demikian, para peneliti belum melakukan perbandingan pemulihan aktif dan pasif di lokasi yang sama dan melihat dampaknya terhadap gangguan ekosistem.
Baca Juga: Hutan Ini Jadi Berbunga-bunga karena Perubahan Iklim, Bagaimana Bisa?
Penelitian tentang pemulihan ekosistem secara pasif bukanlah yang pertama kali dilakukan.
Ahli biologi E.O. Wilson yang dikenal sebagai "bapak keanekaragaman hayati", berpendapat bahwa membuat setengah dari planet ini menjadi cagar alam adalah tujuan mulia, seperti yang diberitakan oleh The Guardian.
Tim peneliti tidak akan seambisius Wilson, tetapi mereka menekankan agar kita mengetahui pentingnya sumber daya pemulihan alam kita terbatas dan bisa digunakan semaksimal mungkin.
Jika usaha pemulihan kita tidak bisa lebih cepat dari pemulihan secara alami, maka kita harus fokus mencari cara lain untuk dapat membuat perbedaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.