Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Kembangkan Cara Atasi Kerusakan Otak Penderita Stroke

Kompas.com - 21/02/2018, 10:07 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Saat seseorang mengalami stroke, biasanya terjadi kerusakan pada otaknya. Hal inilah menyebabkan sebagian fungsi tubuh berhenti.

Namun, kini para ilmuwan mengembangkan obat untuk "menguatkan" otak bagi penderita stroke. Para peneliti mengklaim bahwa cara ini memungkinkan otak penderita stroke kembali menguat sendiri.

Menguatkan kembali otak yang dimaksud di sini adalah mengubah koneksi antar-neuron otak. Seperti yang kita ketahui, untuk melakukan pekerjaannya, otak kita dihubungkan oleh neuron.

Saat terjadi kerusakan pada suatu bagian otak, maka terjadi penghentian koneksi. Nah, "menguatkan" otak di sini berarti mengubah/ mengganti koneksi neuron di bagian yang rusak dengan koneksi neuron di bagian otak lain.

Baca juga: Teliti Sebelum Beli Obat, Sejumlah Obat Bebas Bisa Picu Stroke

Dengan begitu, tugas yang seharusnya dilakukan oleh daerah yang rusak dapat diambil alih oleh daerah otak lain.

Kemampuan otak untuk menguat ini disebut dengan "plasisitas otak", yaitu kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Kemampuan ini sendiri berlangsung sepanjang hidup manusia.

Hanya saja, kemampuan ini menurun seiring bertambahnya usia seseorang.

Penelitian ini, mempelajari kemampuan luar biasa otak muda untuk "menguat kembali". Untuk itu, para peneliti melihat anak-anak dan remaja yang menderita stroke saat masih bayi.

Stroke saat bayi memang bukanlah kasus umum. Kasus semacam ini hanya terjadi 1 dibanding 4.000 kelahiran.

Elissa Newport, profesor neurologi di Georgetown University school of medicine, AS kemudian merekrut 12 peserta yang berusia 12 hingga 25 tahun. Semua peserta tersebut pernah mengalami stroke saat bayi.

"Apa yang Anda lihat di bagian otak kanan, yang tidak mengendalikan bahasa pada orang sehat, tampaknya mampu mengambil alih tugas bahasa jika Anda kehilangan otak kiri," ujar Newport dalam acara American Association for the Advancement of Science di Texas, AS dikutip dari The Guardian, Senin (19/02/2018).

"Ini tidak terjadi pada orang dewasa," imbuhnya.

Dengan menggunakan pencitraan otak, tim ini menemukan bahwa daerah otak kanan yang mengambil alih tugas tersebut berada di lokasi cerminan yang digunakan sisi kiri otak pada orang sehat. Itu menekankan, bukan hanya sebagian wilayah otak yang mengambil alih fungsi dari area lain yang rusak.

Newport juga mengatakan, jika ilmuwan bisa mempelajari kemampuan ini pada anak-anak, mungkin saja ada cara untuk membuat otak dewasa memiliki kemampuan serupa. Dengan kata lain, ia optimis bahwa penelitiannya menawarkan harapan kepada penderita stroke dewasa.

Baca juga: Dari Tupai, Ilmuwan Pelajari Cara Cegah Kerusakan Otak Saat Stroke

Menguatkan pendapat Newport, Takao Hensch, seorang profesor biologi molekuler dan sel di Harvard University juga melakukan penelitian terkait kemampuan otak untuk "menguat kembali".

Dalam pertemuan yang sama, Hensch menyebut bahwa penelitiannya pada tikus menunjukkan dengan menghalangi molekul tertentu di otak dewasa yang menghambat plasisitas sangat mungkin untuk meningkatkan kemampuan otak "menguat kembali".

"Dasar otak adalah plastis, untuk menguat kembali sendiri. Melalui evolusi, otak melapisi faktor 'rem' untuk membatasi penguatan terlalu banyak yang terjadi di titik tertentu," kata Hensch.

"Ini menawarkan kemungkinan terapeutik baru. JIka kita bisa bijaksana mengangkat 'rem' di kemudian hari, mungin kita bisa membuka kembali kemampuan otak," sambungnya.

Untuk mendapat temuannya ini, Hensch sudah mencoba beberapa terapi yang mungkin untuk penderita stroke. Ia juga menyebut, ada kemungkinan obat yang rutin digunakan mengatasi gangguan mood mungkin menunjukkan potensi meningkatkan plasisitas pada orang dewasa.

Penelitian sebelumnya menunjukkan, orang dewasa yang diberi obat valporate (obat untuk gangguan bipolar) mendapatkan kembali kemampuan untuk mempelajari nada sempurna. Padahal, kemampuan ini hanya terlihat pada anak yang belajar musik sebelum usia 6 tahun.

Meski begitu, Hensch juga menegaskan bahwa perlu kehati-hatian saat harus "mengotak-atik" kemampuan otak.

"Kita harus mempertimbangkan bahwa otak telah terbentuk dengan baik pada saat dewasa dan telah melewati masa kritisnya sendiri. Titik awalnya sangat berbeda," kata Hensch.

Meski dua temuan tersebut memberikan harapan besar bagi penderita stroke, tapi pendapat berbeda diungkapkan oleh Nick Ward, seorang profesor neurologi klinis dan neurorehabilitasi di University College London.

Baca juga: Bagaimana Stroke Bisa Mengubah Sifat Seseorang?

Menurut Ward, orang dewasa yang sembuh dari stroke tidak dapat menggunakan bagian otak mereka yang lain untuk mengambil alih tugas.

"Pasien stroke yang telah pulih dengan baik cebderung memiliki pola aktivitas berbeda dibanding orang sehat. Bagian lain dari jaringan bahasa dapat digubakan untuk mendukung pemulihan bahasa," kata Ward.

Ward juga mencatat, diperkirakan dari model hewan, bahwa stroke itu sendiri dapat meningkatkan plastisitas otak pada orang dewasa selama beberapa bulan. Ini berarti, rehabilitasi dan pelatihan tepat waktu adalah kunci.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau