KOMPAS.com - Pernahkah Anda memperhatikan bentuk tubuh laba-laba? Jika diperhatikan, serangga yang satu ini tidak memiliki ekor.
Namun, fosil yang ditemukan di Myanmar baru-baru ini menunjukkan bentuk makhluk mirip laba-laba yang aneh. Pasalnya, fosil tersebut memiliki ekor yang panjang.
Uniknya, makhluk ini terbungkus resin pohon yang diperkirakan berusia 100 juta tahun lalu. Dengan kata lain, fosil aneh ini berasal dari pertengahan Zaman Kapur.
Penemuan ini juga menunjukkan bahwa keluarga arakhnida (laba-laba) sudah menjelajahi bumi setidaknya selama 280 juta tahun.
Baca juga: Fosil Hidup, Laba-Laba dari 50 Juta Tahun Lalu Ini Bermulut seperti Pelikan
Sayangnya, para ilmuwan hingga kini masih belum sepakat menempatkannya di bagian bagain evolusi mana. Hal ini terutama karena ekor panjang yang dimilikinya tidak sesuai jika ditempatkan pada keluarga laba-laba.
Fosil yang diberi nama Chimerarachne yingi ini sebetulnya memiliki banyak ciri yang mirip dengan laba-laba modern. Sebut saja ciri seperti delapan kaki, dua pedipalpus (alat capit) pada jantan, taring, dan pemintal benang juga dimiliki oleh fosil ini.
Meski punya banyak ciri mirip dengan laba-laba modern, fosil ini punya ekor panjang berukuran 3 milimeter. Inilah yang membedakannya dengan laba-laba modern.
Menurut para peneliti, ekor ini digunakan untuk pengindraan.
"Ekor tersebut cenderung berfungsi seperti anterna," ungkap Paul Selden, ahli paleontologi dan arachnologist (ahli laba-laba) dari University of Kansas, AS dikutip dari Science Alert, Senin (05/01/2018).
"Ekor ini untuk merasakan lingkungan. Hewan yang punya ekor panjang cenderung memilikinya untuk tujuan indrawi," imbuhnya.
Hewan ini juga diperkirakan tinggal di pohon atau sekitarnya. Hal ini dibuktikan dengan fosil yang ditemukan tersebut.
Fosil itu terbungkus amber (getah/resin pohon). Sayangnya, rincian lebih lanjut tentang kehidupan hewan ini tak mungkin dipastikan.
Baca juga: Laba-laba Pendatang Baru dari Australia, Laba-laba Bob Marley
"Kami tidak tahu apakah ia memintal jaring (laba-laba)," ujar Selden.
"Pemintal (dalam tubuh laba-laba) digunakan untuk menghasilkan benang sutra dengan berbagai tujuan, misalnya membungkus telur, membuat sarang, membuat tempat tidur gantung, atau hanya meninggalkan jejak. Jika mereka tinggal di sarang dan pergi, mereka meninggalkan jejak jadi dapat dengan mudah kembali," sambung Selden.
C. yingi sendiri menyerupai makhluk yang pernah dipelajari Selden sebelumnya. Hewan ini mirip dengan beberapa spesimen yang hidup pada era Devonian (380 juta tahun lalu) dan era Permian (290 juta tahun lalu) yang saat ini telah punah, yaitu Uraraneida.
Meski disebut mirip, C. yingi dan Uraraneida memiliki perbedaan mendasar. Misalnya C. yingi memiliki pedipalpus yang telah dimodifikasi dan pemintal, sedangkan Uraraneida tidak.
Dua Pendapat
Selden sendiri sebenarnya hanyalah salah satu dari dua tim internasional yang meneliti fosil tersebut. Dia bekerja sama dengan Bo Wang dari Chinese Academy of Science.
Sedangkan tim lain yang juga mempelajari fosil ini dipimpin oleh Diying Huang. Kedua tim ini memiliki kesimpulan berbeda terhadap C. yingi meski laporan keduanya diterbitkan dalam jurnal yang sama, yaitu Nature Ecology & Evolution.
Tim Selden dan Wang menyimpulkan bahwa C. yingi termasuk dalam keluarga laba-laba modern, Araneae. Kelompok ini masih bersaudara dengan Uraraneida, nenek moyang laba-laba yang telah mengembangkan pemintal tapi belum menghilangkan telson (segmen tubuh laba-laba).
Baca juga: Para Laba-laba yang Bangun Istana dengan Pasir Kering, Kok Bisa?
Sedangkan tim Huang percaya bahwa fosil ini termasuk dalam kelompok Uraraneida.
"Fosil baru ini, sangat terpelihara dengan baik, menunjukkan semua karakter atau ciri yang digambarkan merujuk pada Uraraneida dan kerabatnya, seperti perut tersegmentasi dengan ekor panjang. Sementara ciri yang diketahui merujuk Araneae hanya modifikasi palpus (mungkin berfungsi sebagai orang untuk mentransfer sperma) dan pemintal laba-laba yang khas dengan spigot," tulis laporan tim Huang.
Selain itu, tim Huang juga mencatat bahwa laba-laba hidup berdampingan dengan Uraraneida selama Zaman Kapur (yang diketahui dari fosil tersebut). Ini membuktikan bahwa Uraraneida tidak berevolusi menjadi Araneae (laba-laba modern).
Sepertinya, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dari kedua tim ini. Tapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa temuan ini menunjukkan bagaimana nilai amber pada Zaman Kapur di Myanmar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.