Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zulfakriza Z
Peneliti/Dosen

Dosen Teknik Geofisika, FTTM - ITB | Peneliti pada  Kelompok Keahlian Geofisika Global - FTTM - ITB | Pengurus/Anggota Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) 

Mewaspadai Bahaya Laten Gempa Bumi di Selatan Jawa

Kompas.com - 27/01/2018, 19:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorShierine Wangsa Wibawa

Angka energi gempa (magnitudo) yang digambarkan sebelumnya masih terlokalisasi oleh segmentasi. Angka tersebut bisa saja menjadi lebih besar jika dua segmen atau lebih melepaskan energi gempa secara bersamaan. Kondisi ini pernah terjadi pada Gempa Tohoku 2011, lebih dari satu segmen melepaskan energi secara bersaamaan dan menghasilkan energi gempa mencapai M9.1.

Sebagaimana yang terlihat pada gambar berikut, terlihat sebaran gempa yang pernah terjadi di selatan Jawa berdasarkan data BMKG tahun 2007-2016 dengan kedalaman hiposenter gempa sampai 200km.

Berdasarkan pola sebaran gempa pada gambar tersebut, ada beberapa bagian yang kejadian gempanya relatif jarang (kotak 1 dan 2). Hal ini mengindikasikan masih adanya akumulasi energi lokasi itu. Jika mengacu pada gambar IV-62 (buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017), lokasi 1 adalah segmen Selat Sunda- Banten dan lokasi 2 adalah segmen Jateng-Jatim. 

Dr Zulfakriza Z Sebaran kejadian gempa bumi di Pulau Jawa dan sekitarnya. Degradasi warna pada lingkaran kecil memberikan kedalaman sumber gempa. Kotak hitam 1 dan 2 mengindikasikan adanya seismic gap di selatan Jawa

Gambar: Sebaran kejadian gempa bumi di Pulau Jawa dan sekitarnya. Degradasi warna pada lingkaran kecil memberikan kedalaman sumber gempa. Kotak hitam 1 dan 2 mengindikasikan adanya seismic gap di selatan Jawa. Seismic gap ini menandakan akumulasi energi yang masih terjadi dan belum terlepaskan.

Pulau Jawa merupakan salah satu wilayah yang strategis bagi Indonesia. Banyak objek-objek vital yang ada di Pulau Jawa, salah satunya adalah Jakarta yang menjadi ibu kota Negara Indonesia. Selain itu, jumlah populasi di Pulau Jawa sangat signifikan.

Berdasarkan proyeksi BPS pada tahun 2017, populasi di Pulau Jawa mencapai 149 juta jiwa, atau 57 persen dari total populasi Indonesia. Kondisi ini menjadikan tingkat risiko yang tinggi jika terjadi gempa bumi, terlebih lagi jika diikuti oleh gelombang tsunami.

Buku Indonesian’s Historical Earthquake yang dipublikasikan oleh Geoscience Australia menceritakan tentang beberapa kejadian gempa bumi yang merusak di masa lampau, khususnya di Pulau Jawa dan sekitarnya. Setidaknya ada delapan kejadian gempa yaitu tahun 1699 (Jawa dan Sumatra), 1780 (Jawa Barat dan Sumatra), 1815 (Jawa, Bali dan Lombok), 1820 (Jawa dan Flores), 1834 (Jawa Barat), 1840 (Jawa Tengah dan Timur), 1847 (Jawa Barat dan Tengah) dan 1867 (Jawa dan Bali).

Catatan kejadian gempa bumi pada masa lalu memberikan pemahaman bahwa kejadian gempa bumi dapat berulang kembali. Hal ini dikarenakan perilaku gempa bumi dapat kembali melepaskan energi dalam rentang waktu puluhan atau ratusan tahun.

Belajar dari kejadian gempa bumi pada hari Selasa, 23 Januari 2018 lalu, banyak masyarakat yang melakukan evakuasi dalam kepanikan. Terlebih lagi bagi warga Jakarta yang beraktivitas pada gedung-gedung bertingkat. Kebanyakan masyarakat berhamburan keluar dari gedung dan berkumpul di pelataran, bahkan di jalan, sesaat gempa terjadi.

Hal ini memberikan indikasi bahwa kesiapan untuk menghadapi kondisi darurat akibat gempa bumi belum ada. Artinya, masih banyak “PR” yang harus dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengurangi risiko gempa bumi di masa yang akan datang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com