Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zulfakriza Z
Peneliti/Dosen

Dosen Teknik Geofisika, FTTM - ITB | Peneliti pada  Kelompok Keahlian Geofisika Global - FTTM - ITB | Pengurus/Anggota Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) 

Mewaspadai Bahaya Laten Gempa Bumi di Selatan Jawa

Kompas.com - 27/01/2018, 19:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorShierine Wangsa Wibawa

SELASA, 23 Januari 2018 pukul 13.34, sebagian besar warga yang beraktivitas di sepanjang pantai selatan Banten dan Jawa Barat dikejutkan dengan kejadian gempa bumi.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa gempa bumi tersebut berkekuatan magnitudo 6.1. Posisi hiposenter (lokasi sumber gempabumi) pada kedalaman 61 km dengan koordinat 7.23 LS dan 105.9 BT atau tepatnya sekitar 43 km ke arah lepas pantai dari Kota Muarabinuangen, Kab. Cilangkahan, Banten. Goncangan gempanya dirasakan oleh masyarakat yang beraktivitas di Serang, Tanngerang, Jakarta, Bandung, Lampung dan bahkan sampai Yogyakarta.

Gempa yang terjadi pada hari Selasa lalu menjadi viral dengan sebutan Gempa Banten. Penyebutan nama tersebut berdasarkan pada lokasi kejadiannya yang berada dekat dengan Banten. Begitu juga halnya dengan beberapa gempa yang terjadi sebelumnya di daerah lain, seperti Gempa Aceh 2004, Gempa Nias 2005, Gempa Jogja 2006, Gempa Bengkulu 2007, Gempa Padang 2009, Gempa Mentawai 2010 dan terakhir yang masih segar dalam ingatan adalah Gempa Tasik 2017.

Gempa Banten 2018 memberikan isyarat tentang keaktifan zona tektonik di selatan Jawa yang mengindikasi tingginya potensi kegempaan. Kejadian gempa di selatan Jawa tidak terlepas dari aktivitas tumbukan yang terjadi pada zona subduksi yang merupakan pertemuaan dua lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia dan Indo-Australia.

Meilano dkk dalam makalah dengan judul Preliminary deformation model for National Seismic Hazard map of Indonesia yang dipublikasikan pada AIP Conference Proceedings 1658 (2015)menyebutkan bahwa deformasi yang terjadi pada zona tumbukan di selatan Jawa adalah 10 mm/tahun. Sementara itu, kecepatan tumbukannya adalah 68 mm/tahun sebagaimana ditulis dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017.     

Dalam catatan kejadian gempa yang merusak di selatan Pulau Jawa, setidaknya ada beberapa gempa yang memiliki kekuatan yang signifikan, yaitu Gempa Pangandaran 2006 berkekuatan M7.8, Gempa Tasik 2009 berkekuatan M7.3 dan M6.9 dan yang terbaru sebelum Gempa Banten adalah Gempa Tasik yang terjadi pada pertengahan Desember 2017 dengan kekuatan M6.9.

Secara statistik, setelah Gempa Pangandaran 2006 yang disusul dengan gelombang tsunami, wilayah selatan Jawa menjadi perhatian serius untuk dipahami dengan lebih baik.

Sumber gempa di Indonesia

Sebuah pemahaman bersama, bahwasanya Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan akan bahaya gempa bumi. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh posisi wilayah Indonesia yang berada pada zona pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik dan Filipina. Interaksi keempat lempeng tersebut memengaruhi tatanan tektonik di daratan Indonesia yang memunculkan adanya sesar-sesar aktif di daratan maupun di lautan.

Pusat Studi Gempa Nasional (PuGeN) dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 merilis bahwa ada 295 sumber gempa bumi yang ditemukan di Indonesia, mulai dari Sumatra, Jawa-Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Angka 295 sumber gempa bumi mengalami peningkatan yang signifikan dibanding dengan hasil temuan yang diperoleh pada penyusunan peta gempa tahun 2010. Pada penyusunan Peta Gempa Indonesia tahun 2010, jumlah sumber gempa yang diketahui adalah 81 sumber gempa, baik yang ada di daratan maupun di lepas pantai. Penemuan sumber gempa tersebut berdasarkan proses penelitian secara terpadu yang terdiri dari bidang keilmuan geologi gempa bumi, seismologi dan geodesi tektonik.

Para ahli kegempaan yang tergabung dalam Pusat Studi Gempa Nasional (PuGeN) telah mencoba langkah-langkah yang sangat positif untuk memahami sumber gempa di Indonesia. Secara berkelanjutan, mereka melakukan penelitian dan diskusi untuk menghitung dan mempelajari perilaku sumber gempa dengan lebih baik, meskipun perlu diakui bahwa kondisi geologi dan tektonik di Indonesia adalah unik dan banyak parameter yang harus dipertimbangkan.

Oleh karena itu, sumber gempa yang berjumlah 295 sebagaimana yang dilaporkan dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 bukanlah angka final. Masih banyak zona yang menjadi sumber gempa bumi di Indonesia belum terpetakan dengan baik.

Bahaya laten gempabumi  

Sumber kegempaan di selatan Jawa sebagaimana dirilis dalam gambar IV-62 dan tabel IV-24 pada buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 terbagi dalam tiga segmen, yaitu segmen Selat Sunda-Banten, segmen Jawa Barat dan segmen Jateng-Jatim. Berdasarkan hasil perhitungan, maksimum energi gempa yang mungkin dihasilkan oleh setiap segmen tersebut adalah M8.8 untuk segmen Selat Sunda-Banten, M8.8 untuk segmen Jawa Barat dan M8.9 untuk Jateng-Jatim.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau