Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Buat Implan Setipis Rambut Untuk Sembuhkan Penyakit Otak

Kompas.com - 26/01/2018, 19:00 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Hingga saat ini, penyakit otak merupakan salah satu penyakit yang mematikan. Apalagi, belum banyak pengobatan yang efektif untuk penyakit ini.

Namun, baru-baru ini, para peneliti membuat sebuah implan untuk memberikan obat ke otak dengan remote kontrol dan presisi yang tinggi. Implan ini berukuran sangat kecil, bahkan seukuran rambut tipis.

Sejauh ini, impan tersebut baru diujicobakan pada hewan. Jika perangkat ini berhasil, maka ini merupakan salah satu pendekatan baru untuk mengobati penyakit otak.

Dengan cara ini, efek samping pengobatan otak akan bisa diminimalisir. Itu karena implan ini hanya akan menargetkan sirkuit otak yang memerlukan perawatan, terutama yang sulit dijangkau.

Baca juga: Peneliti Turki Bikin Implan Otak untuk Atasi Epilepsi, Seperti Apa?

"Anda bisa mengantarkan obat ke wilayah otak yang diinginkan, tak peduli penyakitnya," ungkap Robert Langer, profesor di Massachusetts Institute of Technology dikutip dari Japan Today, Jumat (26/01/2018).

Perawatan ini dinilai lebih kuat dan lebih aman untuk gangguan otak, mulai dari depresi hingga parkinson. Para pasien, nantinya cukup mendapatkan obat-obatan dari dalam otak tanpa harus bersusah payah melewati apa yang disebut penghalang darah-otak.

Apalagi, perawatan dengan pil dan obat-obatan IV memicu efek samping. Itu karena obat-obatan ini merambah ke seluruh wilayah otak.

Beberapa dokter mencoba teknik pengobatan lain dengan memasukkan tabung obat ke dalam otak. Sayangnya, cara ini sangat berisiko terhadap infeksi dan masih belum akurat.

Menurut para peneliti di MIT, implan otak ini dapat memberikan dosis yang disesuaikan dengan penyakitnya. Bahkan, bisa digunakan untuk lebih dari satu obat.

Para peneliti membangun dua tabung obat yang sangat tuois dan memasukkannya ke dalam jarum stainless steel bersiameter rambut manusia. Jarum itu, dibuat sepanjang yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi yang tepat.

Caranya, jarum ini dimasukkan ke sirkuit otak yang diinginkan melalui lubang di tengkorak.

Elektroda yang berada di ujung jarum nantinya akan memberi umpan balik. Hal ini digunakan untuk memantau bagaimana aktivitas listrik neuron di wilayah otak yang ditargetkan berubah setelah diberi obat.

Baca juga: Temuan Baru, Implan Otak Bisa Mencegah Pelecehan Seksual

Jarum itu nantinya juga dihubungkan pada dua pompa kecil yang dapat diprogram untuk menahan obat. Pompa ini nantinya akan ditanamkan ke kulit dengan sistem implan sepenuhnya yang disebut miniaturized neural drug delivery system (MiNDS).

Pompa ini tentunya dapat diisi ulang dengan suntikan, dan jika dibutuhkan dapat membawa dua obat, misip dengan kartrid tinta printer, ungkap Langer.

Diuji coba pada hewan

Saat ini, implan tersebut baru diujicobakan pada hewan. Salah satunya pada tikus.

Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Science Translational Medicine ini juga diujicobakan pada hewan lain, yaitu monyet. Hasilnya, pemberian bahan kimiah ke daerah yang berbeda mengubah bagaimana sel-sel otak yang ditargetkan menjadi aktif.

"Ada banyak potensi terapeutik (hasil yang diinginkan) untuk ini," kata Tracy Cui, profesor bioteknologi University of Pittsburgh yang tak terlibat dalam penelitian ini.

Cui juga menyebut bahwa ada sejumlah kelompok yang sedang mengerjakan implan untuk mmeberikan obat neurologis dengan cara berbeda. Dia juga mengatakan bahwa pengujian tambahan perlu dilakukan sebelum implan ini dicoba ke manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau