Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah 13 Tahun Peneliti Indonesia Sulap Logam Lokal Jadi Tulang Implan

Kompas.com - 26/10/2017, 10:01 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Tahun 2004 lalu, peneliti-peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dihadapkan pada sebuah tantangan, membawa Indonesia mampu menghasilkan stainless steel (SS) 316 secara mandiri dengan bahan baku lokal.

Stainless steel merupakan material multiguna, dapat dimanfaatkan sebagai spare part kendaraan bermotor hingga alat masak. SS 316 sendiri merupakan salah satu grade stainless steel yang dinyatakan "food and medical grade" atau bisa digunakan sebagai material yang ramah diterima tubuh.

Kini 13 tahun kemudian, peneliti BPPT tidak hanya bisa menghasilkan SS 316 tetapi mampu memanfaatkannya sebagai bahan implan tulang. Keberhasilan ini menjadi salah satu contoh hilirisasi riset yang mengantarkan Indonesia menjadi bangsa mandiri teknologi.

Eniya Listyani Dewi, peneliti material BPPT, mengisahkan, "Awalnya kami tidak secara khusus mengembangkan ke arah tulang implan. Hingga kami kemudian sadar, daripada kita hanya buat spare part, kenapa kita tidak sekalian kembangkan ke arah medical technologies?"

Asep  Riswoko, Kepala Pusat Teknologi Material BPPT, menuturkan, pengembangan ke arah tulang implan dimulai sejak tahun 2014. Hal itu terjadi ketika BPPT menjalin kerjasama dengan PT Zenith Allmart Precisindo (ZAP), perusahaan peleburan besi dan baja di Sidoarjo, Jawa Timur.

"Tahun 2014 kita buat MoU dengan industri. Ujicoba produksi pertama kita lakukan tahun 2015 sebanyak 400 keping. Lalu yang kedua kita lakukan lagi tahun 2016 sebanyak 900 keping, 7 - 9 variasi. Kita evaluasi dari dua ujicoba itu," kata Asep.

Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, BPPT dan PT ZAP juga melakukan uji klinis, toksisitas dan implantasi bekerjasama dengan Rumah sakit dr Setomo, Surabaya. Tulang implan berbahan SS 316L lalu dinyatakan layak untuk diproduksi.

Jumat (20/10/2017) lalu, Kementerian Kesehatan memberikan izin edar pada tulang implan yang dihasilkan. Senin (24/10/2017) kemarin adalah puncak dari usaha hilirisasi riset material SS 316L. Implan tulang yang dihasilkan akhirnya mulai diprosuksi massal.

"Kementerian Kesehatan, produsen diharapkan segera melakukan pendaftaran di e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah agar dapat dijual lebih luas," kata Kepala BPPT, Unggul Priyanto. Dengan terdaftar di katalog, rumah sakit di Indonesia bisa membeli tulang implan untuk kebutuhan pasien.

Menekan Biaya

Direktur Utama PT ZAP Allan Changrawinata mengatakan, pihaknya siap memproduksi 200 jenis tulang dengan kapasitas produksi 10.000 unit per hari. Pemesanan tulang bisa dilakukan sesuai kebutuhan dengan jangka waktu tunggu 10 hari.

Berdasarkan jumlah angka kecelakaan, kebutuhan tulang tanam nasional per tahun sekitar 50.000 unit. Karena sejumlah rumah sakit belum bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), kebutuhan aslinya ditaksir mencapai 90.000 unit. Sebagai produk lokal, Allan mengatakan, ketersediaannya bisa dijamin.

Secara harga, tulang implan yang nantinya akan dipasarkan dengan merek dagang Zenmed Plus ini juga bersaing. Sebagai contoh, untuk implan plat kecil berbentuk T, harganya hanya Rp 1 juta, sementara produk impor mencapai Rp 3,25 juta. "hanya 28 persen dari harga impor," kata Allan.

Dengan harga murah, Asep mengungkapkan bahwa tulang implan produksi lokal ini akan mampu menghemat pengeluaran pemerintah lewat BPJS. Setidaknya, pemerintah bisa menghemat 50 persen untuk kebutuhan perawatan trauma tulang.

Sebagai gambaran, defisit BPJS saat ini terus meningkat. Tahun 2014 dan 2015, defisit mencapai Rp 3,3 triliun dan 5,7 triliun. Tahun berikutnya, defisit naik lagi menjadi Rp 9,7 triliun. Sementara hingga tengah tahun ini, fesitit sudah hampir Rp 6 triliun.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau