Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minum Susu dan Kencing Unta, Haruskah Kita Mengikutinya?

Kompas.com - 08/01/2018, 07:18 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa hari belakangan sosial media geger akan video yang diunggah oleh Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Bachtiar Nasir.

Saat berkunjung ke Arab Saudi, tepatnya di peternakan unta di Hudaibiyah Mekkah, Arab Saudi, ia membuat video sedang meminum urin unta yang telah dicampur dengan susu. Hal itu pun diunggah ke instagram pribadinya.

"Ini kencing unta mengandung obat. Ini campuran kencing dan susu (unta). Dan penelitiannya ini dapat menyembuhkan penyakit sel kanker dalam tubuh manusia dan bagus untuk pencernaan," katanya dalam rekaman video yang diunggah Rabu (3/1/2018).

Adanya video tersebut membuat sebagian masyarakat bingung dan mempertanyakannya. Tak heran jika muncul perdebatan.

Baca juga : Apa Saja Khasiat Susu Unta?

Seperti dilansir dari laman justislam.com, meminum kencing dan susu unta, serta manfaatnya memang dituangkan dalam hadis dan bukan dalam Al Quran. Bunyi yang tertuang sebagai berikut.

"Iklim Madinah tidak sesuai dengan beberapa orang, jadi Nabi memerintahkan mereka untuk mengikuti gembalanya, yaitu untanya, dan minum susu serta air kencingnya (sebagai obat). Maka mereka mengikuti gembala yaitu unta dan meminum susu dan air kencing mereka sampai tubuh mereka menjadi sehat," (Bukhari: 590).

Selama ribuan tahun, unta berperan penting dalam kehidupan penghuni padang pasir. Tidak hanya untuk sarana transportasi dan sumber makanan, air susu dan air kencingnya pun dikonsumsi secara tradisional karena dipercaya untuk kesehatan dan pengobatan kanker.

Penyakit yang disebut dapat disembuhkan oleh air kencing unta adalah kanker, hepatitis kronis, infeksi hepatitis, dan alergi pada anak-anak.

Namun, klaim tersebut tetap menjadi pertanyaan dan kegelisahan, baik di dunia ilmiah sekali pun.

Sebuah penelitian yang sudah diterbitkan dalam Journal of Taibah University Medical Sciences, pada April 2016, yang disusun oleh Abdel Galil M. Abdel GAder dan Abdulqader A. Alhaider, merinci komponen penyusun susu dan air kencing unta serta komponen terapeutiknya.

Dalam jurnal tersebut, mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dr Fatin Khorshid, ilmuwan menunjukkan bahwa urin unta yang telah diliofilisasi (penyingkiran air dengan sublimasi dan mengubah ke bentuk gas, red) dapat menghentikan pertumbuhan sel tumor yang ditanam ke hewan percobaan.

Dalam penelitian Khorshid,senyawa dalam urin unta bisa menjadi racun bagi sel kanker, memotong suplai darah ke sel tumir melalui mekanisme anti-angiogenesis.

Angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru untuk penyembuhan luka, red) disebut berperan penting dalam pertumbuhan dan penyebaran sel kanker, sebab darah bermanfaat untuk pertumbuhan kanker.

Penelitian tersebut akhirnya dilanjutkan Abdel dan timnya. Mereka menemukan bahwa urin dan susu unta bisa menghambat angiogeneses pada tikus.

"Urin unta menghambat ekspresi gen yang signifikan yang mengkodekan enzim pengaktifan karsinogen Cyp1a1 pada tingkat mRNA di sel kanker hati. Anti-kanker apoptotik juga ditunjukkan oleh susu unta," tulis mereka dalam makalahnya.

"Sampai saat ini sebenarnya unsur anti-keganasan pada susu unta atau air seni belum diidentifikasi," sambungnya.

Sejumlah penelitian terus dilakukan soal khasiat kencing unta yang biasanya dikonsumsi dengan dicampur sedikit susu. Rata-rata, penelitian dilakukan oleh ilmuwan dari Timur Tengah.

Baca juga : Unta Dikonfirmasi sebagai Sumber Infeksi MERS

Namun, terkait tradisi kuno yang dilakukan di kawasan padang pasir itu, sebenarnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada pertengahan Juni 2015 pernah melarang untuk mengonsumsi kencing unta.

Hal ini berkaitan dengan penyebaran virus Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) yang diduga berasal dari urin unta.

Gejalanya ditandai dengan demam, masalah pernapasan, infeksi paru-paru, gagal ginjal, dan komplikasi mematikan lainnya.

Saat itu, WHO menasihati masyarakat untuk mengikuti akal sehat terkait kebersihan.

"Orang harus menghindari kontak langsung dengan binatang terutama unta, saat mengunjungi peternakan, pasar, atau area gudang di mana virus dapat berkembang. Hindari kontak dengan hewan yang sakit," tulis WHO dalam keterangan resminya.

Tak berbeda dari dua tahun lalu, akhir 2017 kemarin (22/12/2017) WHO melarang keras mengonsumsi kencing unta.

Focal Point IHR Nasional Uni Emirat Arab (UEA) melaporkan satu kasus tambahan infeksi Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV).

Sabtu (2/12/2017), UEA telah menguji 10 unta yang memasuki wilayah Al AIn-Mezyad untuk pemeriksaan MERS-CoV. Dengan pemeriksaan lendir pada saluran pernapasan menggunakan teknik PCR (polymerase chain reaction), mereka mengidentifikasi protein khas virus penyebab MERS. Lima di antaranya positif.

"Infeksi dengan MERS-CoV dapat menyebabkan penyakit parah yang mengakibatkan tingginya angka kematian. Manusia terinfeksi MERS-CoV karena kontak langsung atau tidak langsung dengan unta dromedari (unta asal Arab Saudi)," tulis WHO dalam keterangan resminya.

"Masyarakat harus menghindari minum susu unta mentah atau air seni unta, atau makan daging yang belum dimasak dengan benar," tegas WHO.

Baca juga : Sains Jelaskan Kenapa Orang Religius Lebih Sehat dan Hidup Lama

Kini, negara dengan mayoritas muslim di dunia pun telah bergerak untuk memberi peringatan. Seperti yang dilakukan oleh Asosiasi Medis Islam Malaysia (Imam).

"Jika metode yang diklaim sebagai pengobatan lebih banyak ruginya daripada manfaatnya, maka itu dianggap haram dari perspektif Islam," kata kepala komite Fiqh Medis, Dr Ahmad Faidhi Mohd Zaini, seperti diberitakan Free Malaysia Today, Kamis (4/1/2018).

"Sekarang kita tahu bahwa mungkin kita bisa mengidap MERS-CoV karena unta, untuk itu kontak dengan unta harus dihindari," katanya.

Faidhi berkata, akan lebih bijak jika masyarakat memahami bukti baru dan mencari perawatan medis jika sakit.

"Minum air kencing unta adalah praktik yang didasarkan pada pengobatan tradisional Arab, di mana ini tidak dianggap sebagai Sunnah Tasri'yyah, tapi praktik oleh masyarakat Arab kuno," kata Faidhi.

Seperti diketahui, urin merupakan proses membuang racun dan zat kimia lain dalam tubuh. Meski ada beberapa zat kimia dalam urin yang dianggap bermanfaat, toksinnya tidak.

Zat kimia apa pun yang didapat dari tempat kotor dari dalam tubuh makhluk hidup tidak bisa dimakan atau diminum. Kini, keputusan ada di tangan Anda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau