KOMPAS.com - Ungkapan mata tak bisa berbohong bukan mitos belaka. Tidak heran, kalau mata dianggap memainkan peran penting dalam pertemuan sosial dan disebut sebagai jendela jiwa.
Salah satu buktinya adalah konsep Reading the Mind in the Eye Test (RMET) yang dikembangkan oleh Simon Baron-Cohen dan timnya dari Universitas Cambridge, Inggris pada 2001. Mereka telah mendokumentasikan kemampuan manusia untuk mengidentifikasi keadaan batin lewat mata dan wilayah yang mengelilingi mata.
Penelitian yang mereka lakukan membuktikan bahwa mata berperan seperti jembatan agar seseorang dapat mengetahui isi pikiran orang lain. Hal ini pun diamini oleh para ilmuwan dan psikolog.
Seorang profesor dari Universitas Virginia, Tobias Grossman, menulis dalam sebuah artikel yang pertama kali dimuat di portal Aeon bahwa kepekaan yang dimiliki mata sebenarnya sudah muncul pada awal perkembangan manusia atau saat masih bayi.
Baca juga : Wanita dengan Mata Minus Bisa Melahirkan Normal, Asal...
Dia menjelaskan, bayi yang baru lahir sudah dapat melihat wajah meski ketajaman visualnya masih buruk. Pada dasarnya, bayi lebih memilih wajah yang memiliki mata terbuka dibanding mata tertutup. Mereka juga sudah bisa melihat iris hitam dan sklera (selaput putih) mata.
Lalu pada usia tujuh bulan, bayi sudah dapat mendeteksi isyarat emosional dan membedakan antara tatapan langsung dan menghindar.
"Bayi tampaknya mengumpulkan sedikit informasi emosional dari pikiran orang lewat mata. Secara harfiah, hal ini seperti daerah otak orang dewasa yang memahami keadaan mental orang lain," tulis Grossman dilansir dari Big Think, Kamis (28/12/2017).
Spesialnya, hal semacam ini hanya terjadi pada manusia saja dan tidak berlaku bagi primata. Setelah dibandingkan dengan hampir setengah primata, mata manusia membuktikan memiliki morfologis dan responsif yang unik.
Grossman berkata, jika dibandingkan dengan sepupu terdekat manusia, primata, manusia lebih fokus pada area mata saat memindai wajah.
"Pada usia 14 bulan, tatapan manusia mengikuti mata hampir secara eksklusif, sedangkan kera besar lainnya lebih mengandalkan arah kepala," katanya.
Baca juga : Cegah Difteri, Perlukah Pakai Masker dan Imunisasi Bayi Baru Lahir?
Setelah mempertimbangkan semuanya, dia kembali menegaskan bahwa kemampuan membaca pikiran sebenarnya sudah mulai berkembang sejak manusia masih bayi. Hal ini dimulai dari isyarat yang diberikan mata.
"Hal ini tidak memerlukan pemahaman konseptual yang eksplisit mengenai pikiran manusia, tetapi bergantung pada pengalaman langsung terkait emosional dan mental orang lain," jelasnya.
Komunikasi tak langsung yang dihantarkan lewat mata juga sudah digunakan manusia purba untuk melakukan perburuan dalam kelompok. Lewat isyarat mata, mereka dapat menghindari predator dan menangkap mangsa.
Sementara saat ini, isyarat mata membantu untuk bernegosiasi.
"Berkomunikasi melalui mata adalah bantuan untuk kerja sama, membantu kita mengidentifikasi dan berkoordinasi dengan mitra terbaik dengan mendapatkan akses ke pikiran mereka. Mata sebagai jendela ke dalam pikiran lain dapat dianggap sebagai ciri khas fungsi sosial manusia dengan akar biologis yang dalam," tulisnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.