Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seperti Gunung Es, Kehamilan Diikuti Banyak Pekerjaan Rumah

Kompas.com - 16/12/2017, 18:04 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com –- Membangun keluarga bukan sekadar pintu masuk untuk mendapatkan keturunan. Berbagai persiapan juga harus dipenuhi untuk mendapatkan bayi dan ibu yang sehat selama mengandung dan pasca melahirkan.

Bila tidak dilakukan, risikonya bisa berujung pada kematian ibu dan anak. Kondisi ini layaknya gunung es di tengah lautan: hanya sedikit yang terlihat dan membawa banyak pekerjaan rumah untuk diselesaikan.

Kementerian Kesehatan mencatat, terdapat 5.048 kasus kematian ibu pada tahun 2014 yang menurun menjadi 897 kasus pada tahun 2015. Kemudian, melonjak naik lagi menjadi 4.834 kasus kematian pada tahun 2016.

Jika menggunakan rasio, kematian ibu terjadi sekitar 305 kasus dari 100.000 yang melahirkan. Angka ini tidaklah sedikit dan menjadi cerminan rendahnya tingkat kesehatan Indonesia.

“Kalau bicara kematian ibu itu yang terjadi selama proses kehamilan, persalinan, sampai dengan nifas, penyebab utamanya ada tiga, yakni pendarahan, hipertensi atau kerancunan kehamilan, dan infeksi. 62 persen kematian terjadi setelah melahirkan,” kata Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, Eni Gustina di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (15/12/2017).

Baca juga : Terobosan Baru, Ilmuwan Ungkap Penyebab Utama Keguguran Tiba-tiba

Selain itu, Eni juga melihat bahwa usia kematian ibu mengalami pergeseran.

Dulu, kematian ibu terjadi pada usia lebih dari 35 tahun, usia yang rentan menjalani masa persalinan. Namun kini, kematian di usia muda, tepatnya dibawah usia 20 tahun, menyumbangkan persentase sebesar 40 persen. Hal ini terjadi karena belum matangya rahim untuk membesarkan janin.

Eni bercerita bahwa dia menjumpai banyak kehamilan di usia remaja saat berkunjung ke sebuah rumah sakit di timur Indonesia. Dari 42 anak, 26 anak di antaranya lahir dari remaja.

Melihat kondisi ini, Eni berkata bahwa solusinya adalah mengubah paradigma masyarakat.

“Kita coba ubah paradigma bahwa kalau menikah itu agar cepat punya anak. Seharusnya, disiapkan dulu. Kalau sudah siap fisik, mental, ekonomi, baru punya anak, sehingga kalau dia nangis itu betul-betul membahagiakan semua orang,” kata Eni.

Pekerjaan rumah

Setelah paradigmanya diubah, pekerjaan rumah calon ibu, petugas medis, dan pemerintah masih belum selesai.

Dr dr Ali Sungkar, SpOG-FKM menuturkan, persiapan kehamilan harus dilakukan sebelum kehamilan terjadi. Antara lain pemeriksaan status gizi calon ibu. Jika indeks massa tubuh (BMI) rendah, suplai energi yang dibutuhkan bayi dikahwatirkan tak mencukupi.

“Waktu hamil kita screening, apakah ada diabetes, hepatitis, sipilis, HIV. Lalu dilihat fungsi hati, ginjal, untuk melihat status ibunya apakah terjadi anemia atau tidak,” kata Ali.

Sayangnya, 37,1 persen ibu melahirkan mengalami anemia karena kekurangan zat besi. Padahal, sel-sel darah tersebut bertugas untuk memberi makan bayi di dalam kandungan.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau