Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kupas Habis Difteri, Bagaimana Penyakit Kuno Jadi "Hantu" pada 2017?

Kompas.com - 11/12/2017, 18:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Menariknya, ada dua lapisan infeksi yang terjadi di sini. Di balik bakteri yang menginfeksi manusia, ada virus yang menginfeksi bakteri tersebut sehingga menciptakan toksin.

Mengatasi difteri

Vaksin difteri yang sudah dibuat sejak tahun 1920-an membantu sistem kekebalan tubuh untuk mengenali toksin. Dewasa ini, orang mendapatkan vaksin difteri dalam vaksin DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus).

Di Indonesia sendiri vaksin ini diberikan sebanyak lima kali, yaitu saat bayi berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan usia 4 sampai 6 tahun. Bila vaksin yang diterima sudah lengkap, seseorang dapat terhindar dari penyakit tersebut.

Selain itu, juga disarankan melakukan vaksinasi untuk orang dewasa setiap 10 tahun sekali, meskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa tambahan setiap 30 tahun sekali sudah dirasa cukup.

Nah, bagaimana jika Anda sudah terlanjur difteri?

Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan adalah mengonsumsi antitoksin dan antibiotik untuk menyingkirkan infeksi. Antitoksin akan menjaga tubuh dari bahaya lebih lanjut yang disebarkan racun, sedangkan antibiotik akan membunuh bakteri dalam 14 hari.

Baca Juga: Penyakit Asam Lambung Makin Umum, Apa Sebabnya?

Tanpa pengobatan, difteri dapat menjadi masalah serius yang menyebabkan kematian.

Namun, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di AS, meski seseorang dengan difteri telah mendapatkan pengobatan, dia masih berpeluang meninggal. Rasionya yakni satu dari 10 orang untuk dewasa dan satu dari lima untuk anak balita.

Sementara itu, yang tidak mendapat mengobatan, peluang meninggalnya satu dari dua pasien.

Mengapa difteri masih menjadi wabah di beberapa negara?

Salah satu alasan dan faktor utama infeksi dapat muncul kembali adalah karena vaksinasi yang dilakukan saat masih bayi atau balita di bawah 80 persen. Penolakan vaksin masih ada.

Banyaknya orangtua yang tidak mengindahkan vaksin, atau menyepelekan pentingnya vaksin lengkap untuk bayi, dapat meningkatkan penyakit-penyakit menular ini muncul dan menyerang.

Selain vaksin, faktor kekurangan gizi dan buruknya perawatan medis juga dapat memicu munculnya penyakit ini.

Oleh sebab itu, bukan tidak mungkin jika penyakit yang telah hilang ini sewaktu-waktu dapat muncul kembali.

Di Indonesia sendiri, penyakit ini disebut sudah hilang pada tahun 1990-an. Nyatanya, difteri muncul lagi dan mewabah. Sejak Januari hingga November 2017 sudah ada 593 kasus laporan difteri dan 32 kematian di 20 provinsi Indonesia. Hal ini meningkat sekitar 42 persen dari tahun 2016 di mana ada 415 kasus dengan 24 kematian.

Mulai hari ini (11/12/2017), Kemenkes akan melakukan imunisasi ulang atau Outbreak Response Immunization (ORI) di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Ketiga provinsi itu dipilih sebagai tempat pertama ORI karena jumlah prevalensi yang tinggi dan jumlah kepadatan masyarakat.

''Saat ini pengulangan akan dilakukan kepada anak-anak yang berusia 1 sampai 18 tahun,'' ucap Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek, dalam siaran rilis berita Kemenkes, Minggu (10/12/2017).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com