JAKARTA, KOMPAS.com – Putusan Mahkamah Konstiti (MK) terkait Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan membuat perbincangan publik.
MK memutuskan bahwa kata “agama” pada pasal 61 ayat (1) dan pasal 64 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekutan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penghayat kepercayaan.
Dengan demikian, penganut kepercayaan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan enam agama lainnya terkait hak administrasi kependudukan. Tentu saja keputusan ini memberi kabar gembira bagi penganut kepercayan.
Dalam pemberitaan sebelumnya, ada pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan dan sampai saat ini masih digodok untuk hasil yang terbaik. Hal itu terkait dengan isian kolom agama di KTP. Akan diisi dengan 'Penghayat Kepercayaan' seperti saran MK atau tertulis sesuai kepercayaan masing-masing seperti saran antropolog.
BACA: Pekerjaan Rumah Menanti setelah Pengakuan pada Penghayat Kepercayaan
Lalu, sebenarnya ada berapa jumlah penganut kepercayaan di Indonesia? Hasil catatan yang didapat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan data para antropolog berbeda.
Kemendikbud melalui Direktorat Kepercayan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, mencatat ada 187 kelompok penghayat kepercayaan di 13 Provinsi. Kelompok terbanyak berada di Jawa Tengah dengan 53 kelompok.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, mencatat jumlah penghayat kepercayaan hingga 31 Juli 2017 ada 138.791 orang. Jumlah ini kemungkinan bertambah pasca putusan MK terhadap UU 24/2013 tentang adminduk (administrasi kependudukan).
Direktur Jenderal Dukcapil Zudah Arif Fakhrulloh mengatakan, jumlah penghayat sebesar 3,14 persen dari total masyarakat Indonesia. Sebelumnya, penganut kepercayaan juga mencatatkan diri sebagai pemeluk enam agama yang diakui pemerintah.
“Selama ini penghayat kepercayaan itu ada yang menuliskan Budha, Kristen, dan Islam dalam data kependudukannya,” kata Zudah seperti dikutip Antara pada Senin (13/11/2017).
Namun, jumlah tersebut tidak dapat menjadi cerminan jumlah penghayat kepercayaan. Sebab, tidak semua penghayat mendaftarkan dirinya. Juga masih banyak penghayat kepercayaan yang menggunakan agama lain dalam pencatuman di KTP.
Menurut Dosen Antropologi Universitas Padjajaran, Ira Indrawardana, sulit mendapatkan jumlah pasti penghayat kepercayaan. Secara antropologis, suku bangsa dan sub suku bangsa yang tersebar di Indonesia memiliki kepercayaan yang berbeda-beda.
Indrawardana mengatakan, penghayat kepercayaan mendasari keyakinannya pada spiritualitas dan kebudayaan yang bersifat lokal. Sedangkan kebudayaan bersifat dinamis dan terus berkembang.
BACA: Apakah Orang yang Religius Lebih Bermoral?
“Kalau mau jujur, semua suku bangsa punya agama. Ada lebih dari 500 suku bangsa dan sub suku (bangsa), yang berarti ada 500 lebih agama. Direktorat Kepercayan hanya mengakui penganut kepercayaan yang terdaftar dan itu bersifat organisatoris,” kata Indrawardana di Komnas Ham, Jakarta, Selasa (21/11/2017).
Indrawardana mencontohkan seperti suku anak dalam yang memiliki kepercayaan sendiri. Belum lagi suku bangsa lain yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sehingga menurutnya, pencantuman dalam KTP harus disesuaikan dengan kepercayaan tiap individu.
“Ini jadi pekerjaan rumah. Kenapa KTP itu menjadi penting karena ini pintu masuk yang kebetulan negera kita mewajibkan dalam kartu identitas,” kata Indrawardana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.