Kemudian, sekitar 600.000 tahun yang lalu, perpecahan kedua kembali terjadi. Kali ini antara populasi orangutan selatan toba dan orangutan yang kemudian menetap di Kalimantan.
Ketika zaman es berkembang, permukaan air laut berubah menjadi es dan orangutan bergerak dengan mudah lewat daratan es itu. Hal inilah yang menjelaskan bagaimana orangutan Tapanuli dapat memiliki hubungan dengan orangutan Kalimantan.
BACA: Kasih Induk Orangutan Sebesar Kasih Ibu, Ini Buktinya
Dari data genom, diindakasikan juga adanya populasi yang pecah sekitar 75.000 tahun yang lalu, tepat ketika gunung api Toba kembali meletus.
Peneliti mengungkap, lahar dari letusan Toba itu menghancurkan hutan yang ada di sekitarnya. Akhirnya, orangutan yang tinggal di kedua sisi gunung berapi terpisah secara permanen.
Terancam punah
James Askew, mahasiswa pascasarjana Universitas California Selatan, juga menemukan bahwa orangutan tapanuli jantan memiliki suara yang lebih bervariasi dan berbeda dibandingkan orangutan Sumatera dan Kalimantan.
Kalau orangutan sumatera memiliki suara yang panjang dan rendah, orangutan Kalimantan memiliki suara yang pendek dan tinggi.
Nah, orangutan tapanuli atau batang toru merupakan perkawinan keduanya. Ia memiliki suara yang panjang dan tinggi.
"Sangat mengherankan bagaimana perbedaan genetik yang paling dalam di antara orangutan ini telah terlewatkan oleh mata ilmuwan hingga sekarang," ujar Kris Helgen, ahli mammalogis Universitas Adelaide, Australia.
Helgen yang tidak terlibat dalam penelitan ini mengungkapkan bahwa pengukuran tengkorak akan membantu untuk mengenali spesies orangutan baru, bahkan ketika ilmuwan hanya menemukan kerangkanya saja.
Menurut dia, temuan ini masih sangat awal dan perlu dikaji lagi. Sebab, kurang dari 800 orangutan di Batang Toru terbagi menjadi tiga wilayah yang terfragmentasi.
"Banyak spesies terabaikan seperti Pongo tapanuliensis yang terancam punah. Sangat penting untuk mengarsipkan dokumen secara akurat dan memberi mereka nama ilmiah, sehingga bisa dikenali sebagai sesuatu yang khas, dipelajari lebih dalam, dan dilindungi dari kepunahan," kata Helgen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.