KOMPAS.com — Empat tahun lalu, tepatnya 20 November 2013, program konservasi orangutan sumatera mendapat telepon tentang orangutan yang terluka di pegunungan Tapanuli.
"Ada luka di wajah, kepala, punggung, tangan, dan kakinya. Mereka bahkan menemukan peluru di dalam tubuhnya yang mengindikasikan siksaan dan percobaan pembunuhan oleh manusia" kenang peneliti Matt Nowak.
Delapan hari kemudian, orangutan bernama Raya tersebut meninggal.
Namun siapa sangka bahwa Raya merupakan salah satu anggota dari spesies orangutan yang baru ditemukan. Pongo tapanuliensis atau orangutan tapanuli atau orangutan batang toru adalah spesies kera besar paling langka di dunia.
BACA: Jokowi Izinkan Spesies Burung Baru Diberi Nama Iriana
Orangutan baru
Beberapa hari yang lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan telah menerima laporan mengenai spesies orangutan baru yang ditemukan di Tapanuli, Sumatera Utara.
"Genetiknya mirip (orangutan) kalimantan, tapi ditemukannya di Sumatera. Nanti saya lapor Pak Jokowi," kata Siti di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (30/10/2017).
Ternyata, spesies yang dimaksud Siti adalah keluarga dan kerabat Raya.
Michael Krutzen, ahli genetika dari Universitas Zurich, Swiss, yang dikutip dari National Geographic, Jumat (3/11/2017), mengatakan, orangutan yang baru diidentifikasi ini (P tapanuliensis) ditemukan di dataran tinggi Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, tapi lebih mirip orangutan kalimantan.
Hingga baru-baru ini, mereka dikira sebagai orangutan sumatera (P abelii) karena sains hanya mengenal dua spesies orangutan, yakni orangutan sumatera dan kalimantan yang sama-sama terancam punah.
Untuk menemukan spesies baru ini, para ilmuwan bekerja sama. Tim Krützen mendata seluruh genom dari 37 orangutan liar di Sumatera dan Borneo.
Hasil yang sudah diterbitkan di jurnal Current Biology, Kamis (2/11/2017), oleh Krutzen, Anton Nurcahyo dari Sekolah Arkeologi dan Antropologi di Universitas Nasional Australia, dan kolega menunjukkan bahwa orangutan kalimantan, sumatera, dan tapanuli terdiri dari tiga garis keturunan evolusi yang berbeda.
"Siapa sangka, garis keturunan tertua adalah spesies yang baru ditemukan ini," kata Krützen.
Ahli genetik menemukan bahwa jutaan tahun yang lalu kelompok orangutan pindah dari daratan Asia Selatan ke Sumatera. Mereka menempati daerah selatan kaldera Toba sebelum sebagian dari mereka bergerak ke utara untuk mengoloni bagian utara Toba sekitar 3,3 juta tahun yang lalu.
Kemudian, sekitar 600.000 tahun yang lalu, perpecahan kedua kembali terjadi. Kali ini antara populasi orangutan selatan toba dan orangutan yang kemudian menetap di Kalimantan.
Ketika zaman es berkembang, permukaan air laut berubah menjadi es dan orangutan bergerak dengan mudah lewat daratan es itu. Hal inilah yang menjelaskan bagaimana orangutan Tapanuli dapat memiliki hubungan dengan orangutan Kalimantan.
BACA: Kasih Induk Orangutan Sebesar Kasih Ibu, Ini Buktinya
Dari data genom, diindakasikan juga adanya populasi yang pecah sekitar 75.000 tahun yang lalu, tepat ketika gunung api Toba kembali meletus.
Peneliti mengungkap, lahar dari letusan Toba itu menghancurkan hutan yang ada di sekitarnya. Akhirnya, orangutan yang tinggal di kedua sisi gunung berapi terpisah secara permanen.
Terancam punah
James Askew, mahasiswa pascasarjana Universitas California Selatan, juga menemukan bahwa orangutan tapanuli jantan memiliki suara yang lebih bervariasi dan berbeda dibandingkan orangutan Sumatera dan Kalimantan.
Kalau orangutan sumatera memiliki suara yang panjang dan rendah, orangutan Kalimantan memiliki suara yang pendek dan tinggi.
Nah, orangutan tapanuli atau batang toru merupakan perkawinan keduanya. Ia memiliki suara yang panjang dan tinggi.
"Sangat mengherankan bagaimana perbedaan genetik yang paling dalam di antara orangutan ini telah terlewatkan oleh mata ilmuwan hingga sekarang," ujar Kris Helgen, ahli mammalogis Universitas Adelaide, Australia.
Helgen yang tidak terlibat dalam penelitan ini mengungkapkan bahwa pengukuran tengkorak akan membantu untuk mengenali spesies orangutan baru, bahkan ketika ilmuwan hanya menemukan kerangkanya saja.
Menurut dia, temuan ini masih sangat awal dan perlu dikaji lagi. Sebab, kurang dari 800 orangutan di Batang Toru terbagi menjadi tiga wilayah yang terfragmentasi.
"Banyak spesies terabaikan seperti Pongo tapanuliensis yang terancam punah. Sangat penting untuk mengarsipkan dokumen secara akurat dan memberi mereka nama ilmiah, sehingga bisa dikenali sebagai sesuatu yang khas, dipelajari lebih dalam, dan dilindungi dari kepunahan," kata Helgen.
https://sains.kompas.com/read/2017/11/03/210600223/spesies-orangutan-paling-langka-di-dunia-ada-di-indonesia-ini-rupanya